JUDUL PRAKTIKUM :
ANALISIS ZAT WARNA METHANYL YELLOW DALAM
MINUMAN SIRUP ABC
TANGGAL PERCOBAAN : 21 November 2016
1.
LATAR BELAKANG
1.1
Definisi
Kromatografi Lapis Tipis
Menurut Dwiarso Rubianto, (2016:29) mengemukakan bahwa kromato-grafi
Lapis Tipis (KLT) adalah teknik kromatografi yang berdasarkan pada prinsip
adsorbsi, bedanya dengan kromatografi kolom yaitu konfigurasi KLT yang
berbentuk planar (plate). Fase diam
berupa padatan yang diaplikasikan berbentuk datar pada permukaan kaca atau
aluminium sebagai penyangganya sedangkan fase gerak berupa zat cair seperti
yang digunakan dalam kromatografi kolom dan kromatografi kertas.
Menurut Stahl, (1985:25) Kromatografi
lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri
dari bahan yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa
plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang dipisah, berupa
larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan
ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).
Menurut D. Killy, (2002:131) mengemukakan bahwa kromatografi
lapis tipis adalah suatu teknik di mana komponen-komponen campuran terpisah
oleh perbedaan migrasi melalui sebuah tahap stasioner dari fase diam, tahap
fase gerak mengalir berdasarkan kekuatan kapiler.
Jadi,
berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kromatografi adalah suatu
teknik pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu dengan didasarkan
pada dua fase, di mana fase gerak yang akan menggerakkan larutan tersebut.
1.2
Mengapa
Perlu Dilakukan Identifikasi Zat Warna dengan Kromatografi Lapis Tipis?
Identifikasi zat warna dengan metode
Kromatografi Lapis Tipis perlu dilakukan karena efisiensi waktu dan tidak
membutuhkan peralatan yang sangat khusus. Identifikasi zat warna dengan
kromatografi lapis tipis bertujuan untuk mengetahui kopisitifan suatu sampel
(dalam hal ini minuman sirup ABC) apakah terkandung zat warna methanyl yellow atau tidak.
1.3
Penelitian
Terdahulu Terkait dengan Analisis Zat Warna Menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis?
Penelitian terdahulu tentang Kromatografi lapis tipis pernah
dilakukan oleh Sigar, dkk., (2007) dalam jurnalnya
dengan judul “Analisis Zat Warna Methanyl
Yellow dalam Minuman Es Sirup di Kawasan Kota Manado”, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan
ada tidaknya zat warna methanyl yellow yang terdapat dalam minuman es
sirup di kawasan Kota Monado. Pada penelitiannya, juga menggunakan beberapa
metode, yaitu : reaksi warna methanyl yellow, pembuatan larutan uji,
pembakuan methanyl yellow, dan penentuan panjang gelombang methanyl
yellow. Pada tahap reaksi warna methanyl yellow, akan terbentuk
warna ungu tua dari reaksi 1 mL asam klorida encer dengan 1 tetes methanyl
yellow. Tahapan selanjutnya
pembuatan larutan uji, di mana bertujuan untuk ekstraksi pemisahan zat warna
yang terdapat dalam sampel minuman es sirup. Selanjutnya dielusi lempeng KLT
menggunakan baku pembanding methanyl yellow yang berisi fase gerak.
Hasil dari penelitiannya diperoleh tinggi bercak 16 cm dan tinggi eluen 17 cm
serta nilai hRf sebesar 0,94. Penelitiannya dilanjutkan dengan menggunakan
spektofotometer UV-Vis untuk melihat panjang gelombang serta absorbansi yang
didapatkan larutan baku methanyl yellow.
Penelitian
lain juga dilakukan oleh Jansen Silalahi dan Fathur Rahman, (2011) dalam
jurnalnya “Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten
Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara” penelitian ini bertujuan untuk melakukan
pemeriksaan dan mengetahui kadar rhodamin B di dalam jajanan anak-anak Sekolah
Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Metode dalam penelitiannya menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektrofotometri berdasarkan kurva serapan
pada daerah sinar tampak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga dari 28
sampel yang diperiksa mengandung rhodamin B. Kadar rhodamin B di dalam sampel adalah
0,6 ppm untuk es doger, 59 ppm untuk kerupuk dan 50 ppm untuk saos tomat.
Validitas metode yang digunakan ditentukan dari hasil uji validasi pada
penentuan kadar Didapatkan perolehan kembali sebesar 99,45%. Limit deteksi dan
limit kuantitasi berturut-turut adalah 0,093 ppm dan 0,31 ppm.
Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Dawile, dkk., (2013) dalam
jurnalnya “Analisis Zat Pewarna
Rhodamin B Pada Kerupuk yang Beredar Di Kota Manado” dalam penelitiannya
bertujuan untuk mengetahui dan menentukan kadar rhodamin B pada kerupuk yang
beredar di Kota Manado. Metode penelitiannya menggunakan kromatograf lapis
tipis (KLT) kemudian dideteksi menggunakan sinar UV-Vis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh sampel yang diperiksa dengan tiga
kali pengujian didapatkan satu sampel positif
mengandung rhodamin B dengan kadar nilai rata-rata rhodamin B pada
sampel dari pasar 45 pada pedang satu sebesar 0,2815722 μg/ml. Berdasarkan
hasil penelitian ini, beberapa kerupuk yang beredar di Pasaran Kota Manado
tidak aman dikonsumsi.
2.
TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi zat warna methanyl yellow pada minuman sirup ABC.
3.
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Prinsip
Kromatografi Lapis Tipis
Pada dasarnya
kromatografi lapis tipis (KLT atau TLC = Thin
layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama
pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahannya, yakni
digunakan lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca,
aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis dsorben ini pada
proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. Prinsip KLT adalah adsorbsi dan
partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi
adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk
berpisah ke dalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke
atas pada lempengan tergantung pada bagaimana besar atraksi antara
molekul-molekul senyawa dengan pelarut. (Soebagio, 2002: 87).
3.2
Jenis-jenis
Zat Warna Sintesis Berbahaya
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.
722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan dan juga Peraturan
Menteri Kesehatan No. 239/MENKES/PER/V/1985 Tentang Zat Warna Tertentu yang
dinyatakan Berbahaya, ada beberapa zat warna yang dinyatakan berbahaya, di
antaranya sebagai berikut :
1.
Methanyl yellow
Menurut Methanyl yellow merupakan bahan pewarna sintetik berbentuk serbuk,
berwarna kuning kecoklatan, bersifat larut dalam air dan alkohol, agak larut
dalam benzen dan eter, serta sedikit larut dalam aseton. Pewarna ini umumnya
digunakan sebagai pewarna pada tekstil, kertas, tinta, plastik, kulit, dan cat,
serta sebagai indikator asam-basa di laboratorium. Namun pada prakteknya, di
Indonesia pewarna ini sering disalahgunakan untuk mewarnai berbagai jenis
pangan antara lain kerupuk, mi, tahu, dan pangan jajanan yang berwarna kuning,
seperti gorengan.
Berdasarkan
struktur kimianya, metanil yellow dan beberapa pewarna sintetik dikategorikan
dalam golongan azo (RN2R’). Beberapa pewarna azo boleh digunakan
dalam pangan, namun methanyl yellow
merupakan pewarna golongan azo yang dilarang digunakan pada pangan. Ciri-ciri
makanan yang mengandung pewarna kuning metanil antara lain makanan berwarna
kuning mencolok dan cenderung berpendar serta banyak memberikan titik-titik
warna karena tidak homogen. (Sajiman, dkk., 2015 : 4)
2.
Rhodamin B
Menurut Praja, (2015: 37) Rhodamin B
adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanan
jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau
atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah
terang berfluoresan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian. Selain mudah
larut dalam air, juga mudah larut dalam alkohol, HCl dan NaOH.
4.
ALAT DAN BAHAN
4.1
Alat
No
|
Nama Alat
|
Ukuran
|
Jumlah
|
Gambar
|
|||
1
|
Timbangan
|
-
|
1
|
||||
2
|
Gelas ukur
|
50 mL
|
1
|
||||
4
|
Pipet tetes
|
-
|
1
|
||||
5
|
Spatula
|
-
|
1
|
||||
6
|
Gelas kimia
|
100 mL
|
3
|
||||
7
|
Gelas kimia
|
30 mL
|
1
|
||||
8
|
Pipa kapiler
|
-
|
1
|
||||
9
|
Botol reagen
|
-
|
1
|
||||
10
|
Penggaris
|
30 cm
|
1
|
||||
11
|
Pensil
|
-
|
1
|
||||
12
|
Lempeng KLT
|
8 cm x 2 cm
|
1
|
||||
13
|
Kaca Arlogi
|
-
|
1
|
||||
13
|
Pemanas
|
-
|
1
|
4.2
Bahan
No
|
Nama Bahan
|
Ukuran
|
Jumlah
|
Gambar |
1
|
Benang wool
|
15 cm
|
-
|
|
2
|
Aquades
|
100 ml
|
-
|
|
3
|
Sirup ABC
|
30 mL
|
-
|
|
4
|
Dietil eter
|
10 mL
|
-
|
|
5
|
Alkohol
|
10 mL
|
-
|
|
6
|
Methanyl
Yellow
|
0,5 gram
|
-
|
|
7
|
NaOH
|
20 mL
|
-
|
|
8
|
n-Butanol
|
4 mL
|
-
|
|
9
|
Asam Asetat
|
10 mL
|
-
|
|
10
|
Ammoniak
|
5 mL
|
-
|
5.
PROSEDUR KERJA
DAN PENGAMATAN
No
|
Prosedur Kerja
|
Pengamatan
|
Reaksi
|
|||
1
|
Benang wool 15
cm didihkan dalam air dan dikeringkan.
|
-
|
||||
2
|
Dicuci dengan
eter.
|
-
|
||||
3
|
Didihkan
dengan NaOH.
|
-
|
||||
4
|
Dibilas dengan air.
|
-
|
||||
5
|
Dimasukkan benang wool kedalam 35 mL
sirup ABC yang sudah diasamkan dengan asam asetat dan didihkan selama 10
menit.
|
-
|
||||
6
|
Benang wol dicuci dengan aquadest,
dimasukkan ke dalam 5 mL ammoniak 10% dan didihkan.
|
-
|
||||
7
|
Dibuat larutan baku Methanyl Yellow
dengan dilarutkan 0,5 gram serbuk Methanyl Yellow dengan 5 mL etanol.
|
-
|
||||
8
|
Dibuat larutan eluen dengan dengan
n-butanol : asam asetat glasial : aquadest (4:5:1).
|
-
|
||||
9
|
Ditotolkan sirup dan larutan baku pada
lempeng KLT.
|
-
|
||||
10
|
Dimasukkan lempeng KLT ke dalam
larutan eluen dan diamati.
|
-
|
6.
PEMBAHASAN
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang berdasarkan pada
prinsip adsorbsi, dengan menggunakan dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Fase
diam berupa padatan yang diaplikasikan berbentuk datar pada permukaan kaca atau
aluminium sebagai penyangganya sedangkan fase gerak ialah medium
angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase
diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena adaanya kapiler. Jika fase gerak dan
fase diam telah dipilih dengan tepat, bercak cuplikan awal dipisahkan menjadi
sederet bercak, masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari
campuran.
Percobaan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi zat warna methanyl
yellow dalam minuman sirup ABC menggunakan metode Kromatografi lapis tipis
yang didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Esti Santi Sigar
dalam jurnalnya berjudul “Analisis Zat Warna Methanyl Yellow dalam Minuman Es Sirup di Kawasan Kota Manado”. Perbedaannya ialah
percobaan ini penelitiannya hanya dilakukan secara kualitatif terhadap satu
sampel saja, yaitu minuman sirup ABC. Percobaan ini menggunakan beberapa
metode/tahap yaitu: pembuatan larutan uji, pembuatan larutan baku, dan uji
sampel menggunakan lempeng kromatografi lapis tipis. Tahap pertama yaitu
pembuatan larutan uji, di mana 15 cm benang wool didihkan dalam air dan
dikeringkan. Dalam percobaan ini proses pengeringan berlangsung selama 10 jam,
selanjutnya dicuci dengan 10 mL larutan eter. Selanjutnya dicuci dengan NaOH
dan dibilas dengan air sehingga diperoleh benang wool yang putih bersih dan
terbebas dari lemak. Pencucian dengan eter bertujuan untuk menghilangkan lemak
dan kotoran pada benang wool. Sebelum identifikasi sampel maka dilakukan
lebih dahulu ekstraksi sampel dengan menggunakan benang wool untuk mendapatkan
larutan uji yang lepas dari campuran komponen senyawa pada minuman es sirup,
dengan tujuan hanya untuk menarik zat warna yang terdapat dalam setiap sampel
minuman es sirup (Esti Santi Siregar: 109). Selanjutnya benang wool yang telah bersih
dimasukkan ke dalam 35 mL sampel sirup yang diasamkan menggunakan asam asetat
sebanyak 5 mL dan didihkan di atas pemanas selama 10 menit. Selanjutnya
diangkat benang wool tersebut dan pastikan pewarna minuman sirup yang terdapat
dalam larutan mewarnai benang tersebut. Selanjutnya dicuci larutan tersebut
dengan akuades dan didihkan dengan 5 mL larutan amoniak sehingga pewarna akan
luntur. Penambahan larutan amoniak bertujuan supaya dapat menarik warna yang
tersebut.
Tahap kedua
yaitu pembuatan larutan baku dengan mengencerkan serbuk methanyl yellow 0,5
gram dengan
5 mL etanol sehingga dihasilkan warna kuning pekat. Tahap terakhir yaitu uji sampel menggunakan
lempeng kromatografii lapis tipis. Sebelum menguji larutan tersebut menggunakan
lempeng kromatografi lapis tipis, maka harus dibuat dulu eluen (fase geraknya),
di mana dalam percobaan ini eluen yang digunakan adalah campuran dari n-butanol
: asam asetat glasial : akuades dengan perbandingan 4 : 5 : 1. Fase gerak
digunakan untuk menghitung respon faktor (Rf) dari suatu larutan baku sehingga
dapat dilakukan perbandingan nilai Rf sampel dengan nilai Rf baku. Apabila
nilai Rf baku tersebut sama dengan nilai Rf sampel maka sampel tersebut positif
mengandung zat pewarna sintesis yang diuji. (Lidya V. M., Fatimawali G. C. 2013 : 65).
Selain itu, fase gerak berfungsi untuk membawa bercak-bercak noda dari larutan
baku dan sampel. Selanjutnya, ditotolkan kedua larutan tersebut pada lempeng
kromatografi lapis tipis menggunakan pipa kapiler dan dielusi ke dalam botol reagent
yang berisi eluen. Dalam percobaan ini, chamber diganti dengan
botol reagent.
Lempeng dielusi selama 20 menit, diperoleh hasil pada larutan baku dengan tinggi
bercak pada lempeng KLT tersebut yaitu 7 cm dan tinggi eluen 7,5 cm.
Selanjutnya dihitung nilai Rf menggunakan persamaan:
(Azizahwati,dkk,
2007: 20)
Pada larutan
baku didapatkan nilai Rf sebesar 0,0933, sedangkan pada pada larutan uji
(larutan sampel) tidak diperoleh nilai Rf, hal ini dikarenakan pada larutan uji
tidak terbentuk bercak-bercak noda pada lempeng KLT. Hasil ini berbeda 0,007
dengan penelitian yang dilakukan oleh Esti Santi Siger, dkk di mana hasil yang
diperoleh pada penelitiannya adalah 0,094. Dalam jurnal Esti Santi Sigar,
menggunakan lempeng KLT berukuran besar sedangkan pada percobaan ini
menggunakan lempeng KLT berukuran 8 cm x 2 cm. Penelitian ini berhenti sampai
di sini dan tidak dilanjutkan lagi ke dalam uji spektrometer UV (uji
kuantitatif). Hasil percobaan membuktikan bahwa tidak terkandung zat pewarna methanyl yellow dalam sirup ABC sehingga
hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Esti Santi Sigar, dkk dan
juga percobaan ini sesuai dengan hasil penelitian BPOM.
Pada penelitian ini
membuktikan tidak teridentifikasi adanya zat pewarna methanyl yellow dan bisa saja pada minuman es
sirup ini terdapat zat pewarna sintetis yang diizinkan ataupun zat pewarna
sintetis yang tidak diizinkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 722/MenKes/PER/IX/1988 yang telah direvisi dengan Peraturan
Menteri
Kesehatan RI No.1168/MenKes/PER/X/1999, tentang Bahan Tambahan Makanan khususnya bahan pewarna yang diizinkan dan tidak diizinkan penggunaannya.
Kesehatan RI No.1168/MenKes/PER/X/1999, tentang Bahan Tambahan Makanan khususnya bahan pewarna yang diizinkan dan tidak diizinkan penggunaannya.
7.
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan
Analisis Zat Warna Methanyl Yellow Pada
Minuman Sirup ABC adalah tidak terdapat zat pewarna methanyl yellow pada minuman sirup ABC.
7.2 Saran
1.
Praktikum yang lain dapat
menggunakan sampel sirup berwarna kuning yang lain seperti sirup pohon pinang.
2.
Disarankan pada praktikum
selanjutnya digunakan eluens yang sama seperti percobaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Azizahwati, Kurniadi,
Maryati. K., Hidayati, H. (2007). Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang untuk Makanan yang Beredar di
Pasaran. Majalah Ilmiah Ilmu Kefarmasian,
Vol. 4 : 7-25.
D. Killy. (2002).
Analytical Chemistry. London: BIOS Scientific Publisher Limited.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. (1984). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 239/Men.Kes/Per/V/1985, tentang Zat Warna Tertentu Yang
Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. (1988). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 722/Men.Kes/Per/IV/1988, tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Egon, S. (1985).
Analisis Obat Secara Kromatografi dan
Mikroskopi. Bandung : ITB.
Lidya V. M. dan Fatimawali G. C. (2013). Analisis
Rhodamin B Pada Lipstik yang Beredar di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 2 No. 2 : 61-67.
Praja,
D. I. (2015). Zat Aditif Makanan.
Yogyakarta : Garudhawaca.
Rubiyanto,
D. (2016). Teknik Dasar Kromatografi. Yogyakarta
: Budi Utama.
Sigar, E. S.,
Citraningtyas, G., Yudistira, A. (2012). Analisis Zat Warna Methanyl Yellow
dalam Minuman Es Sirup Di Kawasan Kota Manado. Jurnal Pharmacon, Vol. 1
: 104-111.
Silalahi,
J., Rahman, F. (2011). Analisis Rhodamin
B pada Jajanan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera
Utara. Jurnal Indon Med Assoc, Vol.
61 : 293-298.
Sajiman.,
Nuhamidi., Mahpolah. (2015). Kajian Berbahaya Formalin, Boraks, Rhodamin b dan Methalyn yellow pada Pangan
Jajanan Anak Sekolah di Banjarbaru. Jurnal
Skala Kesehatan Vol.6 No. 1 : 1-5.
Soebagio. (2002). Kimia Analitik II. Malang : Universitas
Negeri Malang.
Note "Jika perlu laporan dalam bentuk .doc emailkan ke email saya, saya hanya melampirkan file pdf-nya saja. Untuk download silahkan klik di sini"
Untuk video prosedur kerja dan pembahasan boleh lihat di sini