Analisis Zat Warna methanyl yellow dalam minuman sirup ABC menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis - Kimia dan Pendidikan
News Update
Loading...

Friday, 5 May 2017

Analisis Zat Warna methanyl yellow dalam minuman sirup ABC menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis

PERCOBAAN IV
Download format file [pdf]

JUDUL PRAKTIKUM       : ANALISIS ZAT WARNA METHANYL YELLOW DALAM MINUMAN SIRUP ABC
TANGGAL PERCOBAAN  : 21 November 2016

1.        LATAR BELAKANG
1.1     Definisi Kromatografi Lapis Tipis
Menurut Dwiarso Rubianto, (2016:29) mengemukakan bahwa kromato-grafi Lapis Tipis (KLT) adalah teknik kromatografi yang berdasarkan pada prinsip adsorbsi, bedanya dengan kromatografi kolom yaitu konfigurasi KLT yang berbentuk planar (plate). Fase diam berupa padatan yang diaplikasikan berbentuk datar pada permukaan kaca atau aluminium sebagai penyangganya sedangkan fase gerak berupa zat cair seperti yang digunakan dalam kromatografi kolom dan kromatografi kertas.
Menurut Stahl, (1985:25) Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).
Menurut D. Killy, (2002:131) mengemukakan bahwa kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik di mana komponen-komponen campuran terpisah oleh perbedaan migrasi melalui sebuah tahap stasioner dari fase diam, tahap fase gerak mengalir berdasarkan kekuatan kapiler.
Jadi, berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kromatografi adalah suatu teknik pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu dengan didasarkan pada dua fase, di mana fase gerak yang akan menggerakkan larutan tersebut.

1.2     Mengapa Perlu Dilakukan Identifikasi Zat Warna dengan Kromatografi Lapis Tipis?
Identifikasi zat warna dengan metode Kromatografi Lapis Tipis perlu dilakukan karena efisiensi waktu dan tidak membutuhkan peralatan yang sangat khusus. Identifikasi zat warna dengan kromatografi lapis tipis bertujuan untuk mengetahui kopisitifan suatu sampel (dalam hal ini minuman sirup ABC) apakah terkandung zat warna methanyl yellow atau tidak.

1.3     Penelitian Terdahulu Terkait dengan Analisis Zat Warna Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis?
Penelitian terdahulu tentang Kromatografi lapis tipis pernah dilakukan oleh Sigar, dkk., (2007) dalam jurnalnya dengan judul “Analisis Zat Warna Methanyl Yellow dalam Minuman Es Sirup di Kawasan Kota Manado, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya zat warna methanyl yellow yang terdapat dalam minuman es sirup di kawasan Kota Monado. Pada penelitiannya, juga menggunakan beberapa metode, yaitu : reaksi warna methanyl yellow, pembuatan larutan uji, pembakuan methanyl yellow, dan penentuan panjang gelombang methanyl yellow. Pada tahap reaksi warna methanyl yellow, akan terbentuk warna ungu tua dari reaksi 1 mL asam klorida encer dengan 1 tetes methanyl yellow.  Tahapan selanjutnya pembuatan larutan uji, di mana bertujuan untuk ekstraksi pemisahan zat warna yang terdapat dalam sampel minuman es sirup. Selanjutnya dielusi lempeng KLT menggunakan baku pembanding methanyl yellow yang berisi fase gerak. Hasil dari penelitiannya diperoleh tinggi bercak 16 cm dan tinggi eluen 17 cm serta nilai hRf sebesar 0,94. Penelitiannya dilanjutkan dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis untuk melihat panjang gelombang serta absorbansi yang didapatkan larutan baku methanyl yellow.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Jansen Silalahi dan Fathur Rahman, (2011) dalam jurnalnya “Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara” penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan dan mengetahui kadar rhodamin B di dalam jajanan anak-anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Metode dalam penelitiannya menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektrofotometri berdasarkan kurva serapan pada daerah sinar tampak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga dari 28 sampel yang diperiksa mengandung rhodamin B. Kadar rhodamin B di dalam sampel adalah 0,6 ppm untuk es doger, 59 ppm untuk kerupuk dan 50 ppm untuk saos tomat. Validitas metode yang digunakan ditentukan dari hasil uji validasi pada penentuan kadar Didapatkan perolehan kembali sebesar 99,45%. Limit deteksi dan limit kuantitasi berturut-turut adalah 0,093 ppm dan 0,31 ppm.
Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Dawile, dkk., (2013) dalam jurnalnya “Analisis Zat Pewarna Rhodamin B Pada Kerupuk yang Beredar Di Kota Manado” dalam penelitiannya bertujuan untuk mengetahui dan menentukan kadar rhodamin B pada kerupuk yang beredar di Kota Manado. Metode penelitiannya menggunakan kromatograf lapis tipis (KLT) kemudian dideteksi menggunakan sinar UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh sampel yang diperiksa dengan tiga kali pengujian didapatkan satu sampel positif  mengandung rhodamin B dengan kadar nilai rata-rata rhodamin B pada sampel dari pasar 45 pada pedang satu sebesar 0,2815722 μg/ml. Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa kerupuk yang beredar di Pasaran Kota Manado tidak aman dikonsumsi.

2.        TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi zat warna methanyl yellow pada minuman sirup ABC.

3.        TINJAUAN PUSTAKA
3.1    Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Pada dasarnya kromatografi lapis tipis (KLT atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahannya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis dsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah ke dalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. (Soebagio, 2002: 87).

3.2    Jenis-jenis Zat Warna Sintesis Berbahaya
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan dan juga Peraturan Menteri Kesehatan No. 239/MENKES/PER/V/1985 Tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Berbahaya, ada beberapa zat warna yang dinyatakan berbahaya, di antaranya sebagai berikut :
1.      Methanyl yellow
Menurut Methanyl yellow merupakan bahan pewarna sintetik berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, bersifat larut dalam air dan alkohol, agak larut dalam benzen dan eter, serta sedikit larut dalam aseton. Pewarna ini umumnya digunakan sebagai pewarna pada tekstil, kertas, tinta, plastik, kulit, dan cat, serta sebagai indikator asam-basa di laboratorium. Namun pada prakteknya, di Indonesia pewarna ini sering disalahgunakan untuk mewarnai berbagai jenis pangan antara lain kerupuk, mi, tahu, dan pangan jajanan yang berwarna kuning, seperti gorengan.
Berdasarkan struktur kimianya, metanil yellow dan beberapa pewarna sintetik dikategorikan dalam golongan azo (RN2R’). Beberapa pewarna azo boleh digunakan dalam pangan, namun methanyl yellow merupakan pewarna golongan azo yang dilarang digunakan pada pangan. Ciri-ciri makanan yang mengandung pewarna kuning metanil antara lain makanan berwarna kuning mencolok dan cenderung berpendar serta banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen. (Sajiman, dkk., 2015 : 4)
 
  
 2.      Rhodamin B
Menurut Praja, (2015: 37) Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanan jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah terang berfluoresan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian. Selain mudah larut dalam air, juga mudah larut dalam alkohol, HCl dan NaOH.






4.        ALAT DAN BAHAN
4.1     Alat
No
Nama Alat
Ukuran
Jumlah
Gambar
1
Timbangan
-
1




                 
2
Gelas ukur
50 mL
1




4
Pipet tetes
-
1

 



5
Spatula
-
1



6
Gelas kimia
100 mL
3

  



7
Gelas kimia
30 mL
1








8
Pipa kapiler
-
1






9
Botol reagen
-
1



10
Penggaris
30 cm
1

11
Pensil
-
1

12
Lempeng KLT
8 cm x 2 cm
1

13
Kaca Arlogi
-
1

13
Pemanas
-
1


4.2     Bahan
No
Nama Bahan
Ukuran
Jumlah

Gambar
1
Benang wool
15 cm
-
  






2
Aquades
100 ml
-






3
Sirup ABC
30 mL
-






4
Dietil eter
10 mL
-

5
Alkohol
10 mL
-

6
Methanyl Yellow
0,5 gram
-

7
NaOH
20 mL
-

8
n-Butanol
4 mL
-
9
Asam Asetat
10 mL
-

10
Ammoniak
5 mL
-


5.        PROSEDUR KERJA DAN PENGAMATAN
No
Prosedur Kerja
Pengamatan
Reaksi
1

Benang wool 15 cm didihkan dalam air dan dikeringkan.


-
2
Dicuci dengan eter.




 











-
3
Didihkan dengan NaOH.


 





-
4
Dibilas dengan air.





-
5
Dimasukkan benang wool kedalam 35 mL sirup ABC yang sudah diasamkan dengan asam asetat dan didihkan selama 10 menit.


-
6
Benang wol dicuci dengan aquadest, dimasukkan ke dalam 5 mL ammoniak 10% dan didihkan.

-
7
Dibuat larutan baku Methanyl Yellow dengan dilarutkan 0,5 gram serbuk Methanyl Yellow dengan 5 mL etanol.

-
8
Dibuat larutan eluen dengan dengan n-butanol : asam asetat glasial : aquadest (4:5:1).

-
9
Ditotolkan sirup dan larutan baku pada lempeng KLT.

-
10
Dimasukkan lempeng KLT ke dalam larutan eluen dan diamati.

-


6.        PEMBAHASAN
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang berdasarkan pada prinsip adsorbsi, dengan menggunakan dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Fase diam berupa padatan yang diaplikasikan berbentuk datar pada permukaan kaca atau aluminium sebagai penyangganya sedangkan fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena adaanya kapiler. Jika fase gerak dan fase diam telah dipilih dengan tepat, bercak cuplikan awal dipisahkan menjadi sederet bercak, masing-masing bercak diharapkan merupakan komponen tunggal dari campuran.
Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi zat warna methanyl yellow dalam minuman sirup ABC menggunakan metode Kromatografi lapis tipis yang didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Esti Santi Sigar dalam jurnalnya berjudul “Analisis Zat Warna Methanyl Yellow dalam Minuman Es Sirup di Kawasan Kota Manado”. Perbedaannya ialah percobaan ini penelitiannya hanya dilakukan secara kualitatif terhadap satu sampel saja, yaitu minuman sirup ABC. Percobaan ini menggunakan beberapa metode/tahap yaitu: pembuatan larutan uji, pembuatan larutan baku, dan uji sampel menggunakan lempeng kromatografi lapis tipis. Tahap pertama yaitu pembuatan larutan uji, di mana 15 cm benang wool didihkan dalam air dan dikeringkan. Dalam percobaan ini proses pengeringan berlangsung selama 10 jam, selanjutnya dicuci dengan 10 mL larutan eter. Selanjutnya dicuci dengan NaOH dan dibilas dengan air sehingga diperoleh benang wool yang putih bersih dan terbebas dari lemak. Pencucian dengan eter bertujuan untuk menghilangkan lemak dan kotoran pada benang wool. Sebelum identifikasi sampel maka dilakukan lebih dahulu ekstraksi sampel dengan menggunakan benang wool untuk mendapatkan larutan uji yang lepas dari campuran komponen senyawa pada minuman es sirup, dengan tujuan hanya untuk menarik zat warna yang terdapat dalam setiap sampel minuman es sirup (Esti Santi Siregar: 109).  Selanjutnya benang wool yang telah bersih dimasukkan ke dalam 35 mL sampel sirup yang diasamkan menggunakan asam asetat sebanyak 5 mL dan didihkan di atas pemanas selama 10 menit. Selanjutnya diangkat benang wool tersebut dan pastikan pewarna minuman sirup yang terdapat dalam larutan mewarnai benang tersebut. Selanjutnya dicuci larutan tersebut dengan akuades dan didihkan dengan 5 mL larutan amoniak sehingga pewarna akan luntur. Penambahan larutan amoniak bertujuan supaya dapat menarik warna yang tersebut.
Tahap kedua yaitu pembuatan larutan baku dengan mengencerkan serbuk methanyl yellow 0,5 gram dengan 5 mL etanol sehingga dihasilkan warna kuning pekat.  Tahap terakhir yaitu uji sampel menggunakan lempeng kromatografii lapis tipis. Sebelum menguji larutan tersebut menggunakan lempeng kromatografi lapis tipis, maka harus dibuat dulu eluen (fase geraknya), di mana dalam percobaan ini eluen yang digunakan adalah campuran dari n-butanol : asam asetat glasial : akuades dengan perbandingan 4 : 5 : 1. Fase gerak digunakan untuk menghitung respon faktor (Rf) dari suatu larutan baku sehingga dapat dilakukan perbandingan nilai Rf sampel dengan nilai Rf baku. Apabila nilai Rf baku tersebut sama dengan nilai Rf sampel maka sampel tersebut positif mengandung zat pewarna sintesis yang diuji. (Lidya V. M., Fatimawali G. C. 2013 : 65). Selain itu, fase gerak berfungsi untuk membawa bercak-bercak noda dari larutan baku dan sampel. Selanjutnya, ditotolkan kedua larutan tersebut pada lempeng kromatografi lapis tipis menggunakan pipa kapiler dan dielusi ke dalam botol reagent yang berisi eluen. Dalam percobaan ini, chamber diganti dengan botol reagent. Lempeng dielusi selama 20 menit, diperoleh hasil pada larutan baku dengan tinggi bercak pada lempeng KLT tersebut yaitu 7 cm dan tinggi eluen 7,5 cm. Selanjutnya dihitung nilai Rf menggunakan persamaan:


(Azizahwati,dkk, 2007: 20)
          Pada larutan baku didapatkan nilai Rf sebesar 0,0933, sedangkan pada pada larutan uji (larutan sampel) tidak diperoleh nilai Rf, hal ini dikarenakan pada larutan uji tidak terbentuk bercak-bercak noda pada lempeng KLT. Hasil ini berbeda 0,007 dengan penelitian yang dilakukan oleh Esti Santi Siger, dkk di mana hasil yang diperoleh pada penelitiannya adalah 0,094. Dalam jurnal Esti Santi Sigar, menggunakan lempeng KLT berukuran besar sedangkan pada percobaan ini menggunakan lempeng KLT berukuran 8 cm x 2 cm. Penelitian ini berhenti sampai di sini dan tidak dilanjutkan lagi ke dalam uji spektrometer UV (uji kuantitatif). Hasil percobaan membuktikan bahwa tidak terkandung zat pewarna methanyl yellow dalam sirup ABC sehingga hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Esti Santi Sigar, dkk dan juga percobaan ini sesuai dengan hasil penelitian BPOM.
Pada penelitian ini membuktikan tidak teridentifikasi adanya zat pewarna methanyl yellow dan bisa saja pada minuman es sirup ini terdapat zat pewarna sintetis yang diizinkan ataupun zat pewarna sintetis yang tidak diizinkan sesuai        dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/MenKes/PER/IX/1988 yang telah direvisi dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.1168/MenKes/PER/X/1999, tentang Bahan Tambahan Makanan khususnya bahan pewarna yang diizinkan dan tidak diizinkan penggunaannya.

7.        PENUTUP
7.1  Kesimpulan
            Adapun kesimpulan dari percobaan Analisis Zat Warna Methanyl Yellow Pada Minuman Sirup ABC adalah tidak terdapat zat pewarna methanyl yellow pada minuman sirup ABC.

7.2  Saran
1.      Praktikum yang lain dapat menggunakan sampel sirup berwarna kuning yang lain seperti sirup pohon pinang.
2.      Disarankan pada praktikum selanjutnya digunakan eluens yang sama seperti percobaan.


DAFTAR PUSTAKA
Azizahwati, Kurniadi, Maryati. K., Hidayati, H. (2007). Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang untuk Makanan yang Beredar di Pasaran. Majalah Ilmiah Ilmu Kefarmasian, Vol. 4 : 7-25.
D. Killy. (2002). Analytical Chemistry. London: BIOS Scientific Publisher Limited.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1984). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 239/Men.Kes/Per/V/1985, tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1988). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/Men.Kes/Per/IV/1988, tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Egon, S. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : ITB.
Lidya V. M. dan Fatimawali G. C. (2013). Analisis Rhodamin B Pada Lipstik yang Beredar di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 2 No. 2 : 61-67.
Praja, D. I. (2015). Zat Aditif Makanan. Yogyakarta : Garudhawaca.
Rubiyanto, D. (2016). Teknik Dasar Kromatografi. Yogyakarta : Budi Utama.
Sigar, E. S., Citraningtyas, G., Yudistira, A. (2012). Analisis Zat Warna Methanyl Yellow dalam Minuman Es Sirup Di Kawasan Kota Manado. Jurnal Pharmacon, Vol. 1 : 104-111.
Silalahi, J., Rahman,  F. (2011). Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara. Jurnal Indon Med Assoc, Vol. 61 : 293-298.
Sajiman., Nuhamidi., Mahpolah. (2015). Kajian Berbahaya Formalin, Boraks, Rhodamin b dan Methalyn yellow pada Pangan Jajanan Anak Sekolah di Banjarbaru. Jurnal Skala Kesehatan Vol.6 No. 1 : 1-5.
Soebagio. (2002). Kimia Analitik II. Malang : Universitas Negeri Malang.





Note "Jika perlu laporan dalam bentuk .doc emailkan ke email saya, saya hanya melampirkan file pdf-nya saja. Untuk download silahkan klik di sini
Untuk video prosedur kerja dan pembahasan boleh lihat di sini 

Share with your friends

Give us your opinion

Bijaklah dalam Memberikan Komentar !

Notifikasi
Belum ada notififikasi terbaru.
Done