ANALISIS ZAT WARNA METHANIL YELLOW PADA SIRUP SECARA KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Rafi
Mariska
Jurusan Pendidikan Kimia, Uin Ar-Raniry
ABSTRAK
Sirup lokal merupakan
sirup yang diproduksi di Aceh secara tradisional yang pada proses pemasarannya
masih ditemui ketidaksesuaian antara label dengan botol. Zat warna methanil yellow sangat berbahaya
dikonsumsi karena akan berdampak buruk pada kesehatan seperti iritasi saluran cerna, mual, muntah, sakit
perut, diare, demam, lemah, dan tekanan darah rendah. Jenis jajanan yang sering
dijumpai adanya zat warna methanil yellow
antara lain pada sirup dan tahu. Zat warna methanil
yellow dilarang karena zat anorganik ini berasal
dari persenyawaan logam berat seperti aluminium, besi, tembaga dan lainnya serta mengandung
residu logam berat. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi
zat warna metanil yellow pada sirup secara kualitatif menggunakan kromatografi
lapis tipis.
Hasil penelitian yang diperoleh membuktikan bahwa sampel pada minuman sirup
lokal tidak teridentifikasi
(negatif) adanya zat warna methanil
yellow sehingga sehingga sirup lokal ini bebas dari dampak penggunaan methanil yellow.
Kata Kunci : methanil
yellow, sirup lokal, kromatografi lapis tipis.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Makanan dan minuman
merupakan kebutuhan vital bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan, makanan dan minuman tentunya harus memiliki kandungan yang baik
guna mendukung kesehatan orang yang mengonsumsinya. Namun, ketika segala
sesuatunya menjadi mahal seperti saat ini, makanan dan minuman banyak yang
mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan termasuk di antaranya
penggunaan zat warna metanil yellow pada
berbagai produk sirup dan tahu.
Zat
warna terlarang merupakan zat warna berbahaya yang dilarang oleh pemerintah
untuk ditambahkan ke dalam bahan pangan baik makanan maupun minuman termasuk
diantaranya metanil yellow. Metanil yellow atau kuning metanil
merupakan zat warna sintesis berbentuk serbuk, padat, berwarna kuning
kecoklatan. Metanil yellow umumnya
digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat. Adapun ciri dari bahan pangan yang
mengandung pewarna metanil yellow di
antaranya ialah berwarna kuning menyolok dan cenderung berpendar, banyak memberikan
titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk).[1] Berdasarkan hasil
penelitian dari berbagai sumber terhadap bahan makanan, realitas di
lapangan masih banyak ditemukan pedagang
nakal yang meraub keuntungan besar dengan cara menambahkan zat warna metanil yellow dengan tujuan agar
makanan terlihat lebih menarik dan tetap kuning. Saat ini metanil yellow banyak disalahgunakan dalam bahan pangan, beberapa
diantaranya telah ditemukan di dalam bahan pangan jajanan berwarna kuning pada
minuman sirup dan juga sebagai pewarna pada tahu. Sirup itu sendiri merupakan
sediaan minuman cair berupa larutan yang mengandung sakrosa dan biasanya di dalamnya
ditambahkan zat aditif makanan seperti zat warna, pengawet, zat pemanis dan
aroma.
Adapun masalah pangan lain yang masih sering
dijumpai di lapangan pada produksi sirup lokal yaitu ketidaksesuaian antara
kemasan label dengan merek sirup, di
mana semua sampel yang diuji tidak sesuai antara label dengan kemasan,
contohnya pada sirup Pohon Nira yang menggunakan kemasan (botol) bermerek
“Pohon Pinang” dan sirup Pala produksi Aceh Selatan yang menggunakan kemasan
bermerek sirup “ABC”.
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul analisis zat warna metanil
yellow pada sirup secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakangan di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah terdapat zat warna metanil
yellow pada minuman sirup secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis
tipis?
C.
Tujuan Masalah
Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi zat warna metanil yellow pada sirup.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Menambah wawasan bagi
penulis mengenai kandungan zat warna yang terdapat pada sirup menggunakan
kromatografi lapis tipis.
2. Memberikan informasi kepada
pembaca tentang bahaya akan zat warna metanil
yellow terhadap kesehatan.
3.
Memberikan kesadaran kepada
pembaca untuk tidak jajan sembarangan.
E.
Penjelasan Istilah
Penulis
mendefiniskan beberapa istilah yang terdapat di dalam kolokium ini supaya tidak
terjadi kesalahpahaman.
1. Metanil yellow merupakan zat warna sintetik berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, bersifat larut
dalam air dan alkohol, agak larut dalam benzena dan eter, serta sedikit larut
dalam aseton.
2. Sirup merupakan larutan yang mengandung sakarosa dan biasanya ditambahkan
pewangi atau aroma tertentu (zat aditif). Sirup yang diteliti pada
percobaan ini adalah sirup merek Pohon Nira berwarna kuning untuk sampel
pertama, sirup Pohon Nira berwarna orange sebagai sampel kedua dan sirup Pala berwarna oranye
kemerah-merahan.
Ketiga produk sirup ini merupakan produk lokal asli dari Aceh.
3. Kromatografi lapis tipis (KLT)
merupakan alat analisa yang cukup sederhana karena dapat menentukan ada tidaknya zat yang hendak dianalisis dalam suatu bahan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A.
Metanil Yellow
1.
Definisi Metanil Yellow
Metanil
yellow atau
kuning metanil merupakan bahan pewarna sintetik berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, bersifat
larut dalam air dan
alkohol, agak larut dalam benzen dan eter, serta sedikit larut dalam aseton. Pewarna ini umumnya
digunakan sebagai pewarna
pada tekstil, kertas, tinta, plastik, kulit, dan cat, serta sebagai indikator asam-basa di laboratorium.
Namun pada prakteknya,
di Indonesia pewarna ini sering disalahgunakan untuk mewarnai berbagai jenis pangan antara
lain kerupuk,mi, tahu, dan pangan jajanan yang berwarna kuning, seperti gorengan.[2]
Saat ini banyak kuning metanil disalahgunakan
untuk pangan, beberapa diantaranya telah ditemukan di dalam bahan pangan
jajanan berwarna kuning dan banyak juga sebagai pewarna pada tahu. Ciri pangan
yang mengandug pewarna metanil yellow
di antaranya berwarna kuning menyolok dan cenderung berpendar, banyak
memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk).[3]
FAO/WHO Expert
Commite on Food Additives (JECFA) dapat menggolongkan metanil yellow ini termasuk ke dalam zat warna sintesis. Zat
pewarna metanil yellow merupakan zat
pewarna industri tekstil yang dilarang untuk produk makanan, yang pada umumnya
merupakan zat anorganik ataupun mineral alam. Zat anorganik berasal dari
persenyawaan logam berat seperti aluminium, besi, tembaga dan lainnya. Zat
warna ini bersifat racun dan berbahaya karena mengandung residu logam berat.
Industri tekstil menggunakan logam berat sebagai bahan pengikat warna agar
warna yang dihasilkan menjadi lebih terang dan indah. Bahkan ada beberapa
industri tekstil yang menggunakan logam berat sebagai bahan pewarna. Logam
berat yang terkandung di dalam pewarna tekstil dapat dilihat dari jenis limbah
yang dihasilkan oleh industri tekstil tersebut, terutama arsenik (Ar), kadmium
(Cd), krom (Cr), timbal (Pb), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Proses pembuatan zat
pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam
nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang
bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk
akhir, harus melalui suatu senyawa antara (intermediat) yang kadang-kadang
berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir. Untuk zat pewarna yang
dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014
persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat
lainnya tidak boleh ada.[4]
gambar serbuk metanil yellow |
Berikut adalah tabel beberapa bahan-bahan yang
dilarang beserta nomor indeks warnanya.
No
|
Nama
|
Nomor
Indeks
|
|
Warna(C.
I. No)
|
|||
1
|
Auramine
(C. I. Basic Yellow 2)
|
41000
|
|
2
|
Alkanet
|
75520
|
|
3
|
Butter
Yellow (C. I. Solvent Yellow 2)
|
11020
|
|
4
|
Black
7984 (Food Vlack 2)
|
27755
|
|
5
|
Burn
Unber (Pigment Brown 7)
|
77491
|
|
6
|
Chrysoidine
(C. I. Basic Orange 2)
|
11270
|
|
7
|
Chrysoidine
S (C. I. Food Yellow 8)
|
14270
|
|
8
|
Citrus
Red No 2
|
12156
|
|
9
|
Chocolate
Brown FB (Food Brown 2)
|
-
|
|
10
|
Fast
Red E (C.I Food Red 4)
|
16045
|
|
11
|
Fasi
Yellow AB (C.I Food Yellow 2)
|
13015
|
|
12
|
Guinea
Green B (C. I Acid Green No. 3)
|
52085
|
|
13
|
Indanthrene
Blue RS (C.I Food Blue 4)
|
69800
|
|
14
|
Magenta
(C.I Basid Violet 14)
|
42510
|
|
15
|
Metanil Yellow (Ext. D & C Yellow No. 1)
|
13065
|
|
16
|
Oil
Orange SS (C.I Solvent Orange 2)
|
12100
|
|
17
|
Oil
Orange XO (C.I Solvent Orange 7)
|
12140
|
|
18
|
Oil
Orange AB (C.I Solvent Yellow 5)
|
11380
|
|
19
|
Oil
Yellow AB (C.I Solvent Yellow 6)
|
11390
|
|
20
|
Orange
G (C.I Food Orange 4)
|
16230
|
|
21
|
Orange
GGN (C.I Food Orange 2)
|
15980
|
|
22
|
Orange
RN (C.I Food Orange 1)
|
15970
|
|
23
|
Orchid
and Orcein
|
-
|
|
24
|
Ponceau
3R (Acid Red 1)
|
16155
|
|
25
|
Ponceau
SX (C I Food Red 1)
|
14700
|
|
26
|
Ponceau
6R (C I Food Red 8)
|
16290
|
|
27
|
Rhodamin
B (C.I Food Red 15)
|
45170
|
|
28
|
Sudan
I (C. I Solvent Yellow 14)
|
12055
|
|
29
|
Scartet
GN (Food Red 2)
|
14815
|
|
30
|
Violet
6B
|
42640
|
Tabel 2.1 Beberapa
bahan-bahan yang dilarang beserta nomor indeksnya
2. Dampak Mengonsumsi Metanil Yellow
Metanil yellow sangat berbahaya bagi
kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemerintah melalui Menteri Kesehatan telah
mengeluarkan peraturan tegas melalui MENKES/722/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan dan juga peraturan Menteri Kesehatan No. 239/MENKES/PER/V/1985 tentang
zat warna tertentu yang dinyatakan berbahaya dan dilarang untuk ditambahkan ke
dalam makanan atau minuman. Pewarna kuning metanil sangat berbahaya jika terhirup, mengenai
kulit, mengenai mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi
pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya
kanker pada kandung dan saluran kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan
iritasi saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan
tekanan darah rendah.[6]
B.
Sirup
Sirup merupakan sediaan minuman cair berupa larutan yang
mengandung sakarosa dan biasanya di dalamnya ditambahkan pewangi atau aroma
tertentu. Sirup juga sering digunakan sebagai obat-obatan, kuliner serta
minuman. Biasanya sirup dihidangkan bersama dengan makanan ringan, selain
sebagai minuman sirup juga digunakan sebagai obat.
C.
Kromatografi Lapis Tipis
1.
Definisi Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi
lapis tipis (KLT) merupakan alat analisa yang cukup sederhana karena dapat
menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula
mengidentifikasi komponen-komponen tersebut. Pada dasarnya kromatograf lapis
tipis (KLT atau TLC = Thin layer
Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara
melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahnya, yakni
digunakannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca,
aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini
pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. Fasa diam KLT terbuat dari
serbukhalus dengan ukuran 5 sampai 50 mikrometer. Serbuk halus ini dapat berupa
suatu adsorben, suatu penukar ion, suatu pengayak molekul atau dapat merupakan
penyangga yang dilapisi suatu cairan. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat
digunakan silica gel, aluminium dan serbuk selulosa. Partikel silika gel mengandung gugus
hidroksil di permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul-molekul polar.[7]
Kromatografi
lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas (KKt) adalah metode kromatografi cair
yang paling sederhana yang akan disajikan. Karena di sebagian besar
laboratorium KKt telah diganti dengan KLT. Kromatografi Lapis Tipis dapat
dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk
mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk
menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam
kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.[8]
Kromatografi
lapis tipis merupakan teknik pemisahan yang fasa diam dapat ditempatkan dalam
sebuah kolom, maupun dibuat sebagai lapisan tipis diatas plat dari gelas atau
aluminium. Kromatografi lapis tipis diklasifikasikan sebagai kromatografi
planar (datar) untuk membedakannya dari kromatografi yang menggunakan fasa diam
di dalam sebuah kolom.[9]
Berdasarkan
teori di atas dapat disimpulkan bahwa kromatografi lapis tipis merupakan cara
pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murni dan mengetahui kuantitasnya.
Teknik ini merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, dan sederhana.
Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon.
2.
Mengapa perlu dilakukan identifikasi zat warna secara
kualitatif dengan metode kromatografi lapis tipis?
Identifikasi zat warna menggunakan metode
kromatografi lapis tipis perlu dilakukan karena efisiensi waktu dan tidak
memerlukan peralatan yang sangat khusus. Identifikasi zat warna dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis bertujuan untuk mengetahui kepositifan
suatu sampel sirup lokal apakah
terdapat zat warna metanil yellow atau
tidak. Oleh karena itu, merujuk kepada Permenkes nomor 033/Menkes/2012 tentang Bahan Tambahan Pangan juga dalam lampiran Permentan
nomor 32/permentan/OT.140/3/2017 mengatakan bahwa zat warna methanil yellow merupakan zat warna
berbahaya yang tidak boleh digunakan dalam industri makanan dan minuman
walaupun dalam kadar yang sedikit. Ini berarti bahwa penelitian tidak perlu
dilanjutkan ke tahap analisis secara kuantitatif, cukup secara kualitatif.
3.
Penelitian terdahulu terkait dengan analisis zat warna menggunakan
kromatografi lapis tipis
Penelitian tentang zat warna pernah dilakukan
oleh Sigar, dkk (2012), di mana hasil penelitiannya tidak terdapat zat warna metanil yellow pada minuman sirup ABC di Kota Manado.[10] Penelitian lainnya mengenai analisis zat warna methanil yellow juga dilakukan
oleh Lidya,
dkk (2013), di mana hasil penelitiannya membuktikan bahwa sampel-sampel kue berwarna merah
muda yang beredar di kota Manado ternyata ada yang positif menggunakan Rhodamin B.[11]
BAB III
APLIKASI
TEORI
A.
Lokasi dan Jadwal Pelaksaan
Percobaan
ini dilakukan di laboratorium pendidikan kimia Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry,
desa Rukoh, Kec. Syiah Kuala, Kab. Banda Aceh. Percobaan ini dilakukan selama 2
hari yaitu tanggal 10-11 Oktober 2017.
B.
Populasi dan Sampel
Adapun
yang menjadi populasi pada percobaan ini adalah semua jenis sirup lokal produksi Aceh
berwarna kuning dan oranye serta oranye kemerah-merahan di daerah Aceh, sedangkan yang menjadi sampel
dalam penelitian ini adalah sirup lokal merek pohon Nira warna kuning, sirup merek pohon
Nira warna oranye dan sirup Pala warna oranye kemerah-merahan.
C.
Alat dan Bahan
a.
Alat
Adapun
alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah : Timbangan, gelas ukur 50 mL, pipet tetes, spatula, gelas
kimia 100 mL, gelas kimia 30 mL, pipa kapiler, botol reagent, penggaris 30 cm,
pensil, plat KLT 2,5 cm x 6 cm, kaca arlogi, dan pemanas.
b.
Bahan
Adapun
bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah : benang wool,
aquades, sirup lokal merek pohon Nira warna kuning, sirup merek pohon
Nira warna oranye dan sirup Pala berwarna oranye kemerah-merahan, dietil eter, alkohol,
methanil
yellow,
natrium hidroksida, n-butanol, asam asetat, dan ammoniak.
D.
Prosedur Kerja
Langkah-langkah
kerja yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah :
1.
Benang wool 15 cm
didihkan dalam air dan dikeringkan.
2. Dicuci dengan eter.
3. Didihkan dengan NaOH.
4. Dibilas dengan air.
5. Dimasukkan benang wool ke dalam 35 mL sampel sirup lokal yang sudah
diasamkan dengan asam asetat dan didihkan selama 10 menit.
6. Benang wol dicuci dengan aquadest, dimasukkan ke dalam 5 mL
ammoniak 10% dan didihkan.
7. Dibuat larutan baku Methanyl Yellow dengan dilarutkan
0,1
gram serbuk Methanyl Yellow dengan 100 mL etanol.
8. Dibuat larutan eluen dengan dengan n-butanol : asam asetat
glasial : aquadest (4:5:1)
mL.
9. Ditotolkan sirup dan larutan baku pada lempeng KLT.
10. Dimasukkan
lempeng KLT ke dalam larutan eluen dan diamati.
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian uji secara
kualitatif untuk mengidentifikasi zat warna metanil yellow pada sirup menggunakan
kromatografi lapis tipis. Hasil analisis
secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis ini ditunjukkan pada
tabel 4.1 berikut :
Nama
|
Tinggi bercak (cm)
|
Tinggi Eluen (cm)
|
Nilai Rf
|
Keterangan
|
Baku A
|
1,5
|
5
|
0,3
|
Positif
|
Baku B
|
1,0
|
5
|
0,2
|
Positif
|
Baku C
|
1,3
|
5
|
0,26
|
Positif
|
Sampel A
|
-
|
-
|
-
|
Negatif
|
Sampel B
|
-
|
-
|
-
|
Negatif
|
Sampel C
|
-
|
-
|
-
|
Negatif
|
Tabel 4.1 Hasil Analisis zat warna methanil
yellow secara kualitatif pada
sirup lokal menggunakan metode kromatografi lapis tipis.
Keterangan :
Baku
A = baku dari sirup pohon nira
berwarna kuning
Baku
B = baku dari sirup pohon nira
berwarna oranye
Baku
C = baku dari sirup pala berwarna oranye kemerah-merahan
Sampel
A = sampel dari sirup pohon nira
berwarna kuning
Sampel
B = sampel dari sirup pohon nira
berwarna oranye
Sampel
C = sampel dari sirup pala warna oranye kemerah-merahan
B.
Pembahasan
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis zat warna metanil yellow pada sirup menggunakan kromatografi lapis tipis. Zat
warna Methanyl Yellow merupakan salah zat warna sistesis yang dilarang
penggunaannya dalam produk pangan. Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi
zat warna Methanyl Yellow dalam sirup lokal produksi Aceh berwarna kuning dan oren serta
warna keemasan di
daerah Aceh, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sirup lokal merek pohon Nira
warna kuning, sirup merek pohon Nira warna oranye dan sirup Pala warna oranye
kemerah-merahan.
Identifikasi zat warna methanil yellow menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan melalui beberapa tahapan, adapun tahapan-tahapan tersebut diantaranya yaitu : pembuatan larutan uji, pembuatan larutan baku,
kemudian pengujian dengan lempeng (KLT). Tahap pertama dilakukan pembuatan
larutan uji, yaitu dengan mencuci terlebih dahulu benang wool yang sudah
dididihkan dan dikeringkan dengan larutan eter, tujuan pencucian dan pendidihan benang wool agar kotoran-kotoran
dan lemak yang terdapat pada benang wool tersebut hilang dengan bantuan
pemanasan. Benang wool tersebut didihkan dengan NaOH dan
dibilas dengan air, karena dalam suatu basa akan terjadi pelunturan atau
pelarutan warna. Tujuan pengasaman sampel minuman lokal agar sampel minuman
sirup lokal akan mudah tertarik ke dalam benang wool tersebut. selanjutnya
benang wool yang telah dicuci dimasukkan ke dalam larutan amoniak agar terjadi penjenuhan pada benang wool. Pada saat benang diangkat pewarna mewarnai
benang tersebut, selanjutnya dicuci dengan aquadest dan dididihkan beberapa saat dengan 5 mL larutan amoniak, pewarna akan luntur karena tertarik oleh larutan amoniak.
Tahap
kedua yaitu membuat larutan baku dengan mengencerkan 0,1 gram (100 mg) serbuk Methanyl Yellow dengan 0,1 L (100 mL) etanol sesuai dengan rumus ppm yaitu ppm = 100 mg zat
terlarut per 100 mL etanol = 1000 ppm. Jadi, pada tahap kedua ini dibuat
larutan baku methanil yellow sebanyak
1000 ppm menggunakan pelarut etamol.
Tahap ketiga yaitu uji kualitatif dengan metode Kromatografi
Lapis Tapis. Sebelum dilakukan uji analisis secara kualitatif, harus dilakukan
terlebih dahulu pembuatan larutan eluen yang berguna sebagai pelarut. larutan
eluen berfungsi agar terjadi elusi pada
fase gerak di mana fase gerak merupakan campuran pelarut
organik dengan air. Pemilihan pelarut organik ini sangat penting karena akan menentukan keberhasilan pemisahan.
Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai untuk pemilihan pelarut. Senyawa
polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang bersifat polar dari pada
fase gerak yang non polar. Sebaliknya, senyawa non polar lebih mudah terelusi
oleh fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar.[12] Fase gerak yang digunakan pada penelitian ini
berupa n-butanol : asam asetat glasial : aquadest dengan perbandingan 4 : 5 : 1, fase gerak ini berfungsi untuk membawa
noda-noda dari larutan baku dan sampel sehingga bisa dihitung faktor retensi (Rf-nya). Larutan baku dan larutan uji masing-masing ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan
pipa kapiler dan dielusi, jarak kira-kira yang
ditotolkan adalah 1,0 cm dari ujung bawah plat
kromatografi lapis tipis dan 1,5 cm dari atas plat kromatografi lapis tipis.
Hal ini bertujuan supaya
pada saat dielusi, bercak noda yang naik dapat dilihat dengan jelas dan tidak
tercampur satu sama lain, lempeng yang telah ditotolkan dielusi dalam chamber,
diganti chamber dengan botol reagen.
Perhitungan Rf menggunakan rumus :
Hasil pada lempeng KLT terlihat
bahwa hanya totolan larutan baku Methanyl
Yellow yang
dibawa oleh fase gerak dengan nilai Rf yang berbeda-beda. hal
ini dikarenakan pada sampel sirup lokal Pohon Nira warna oranye memiliki zat
warna yang berbeda dengan zat warna yang terkandung pada sirup pohon nira warna
kuning ataupun pada sirup pala. Nilai Rf baku yang didapatkan pada penelitian
ini untuk sirup Pohon Nira warna oranye (A), sirup pohon Nira warna kuning (B) dan
Sirup Pala (C) berturut-turut memiliki nilai Rf baku masing-masing yaitu 0,3,
0,2 dan 0,26. Nilai Rf sampel yang
diperoleh pada penelitian ini adalah 0 karena tidak terjadi kenaikan eluen
ketika proses elusi. Hasil analisis zat warna menggunakan metode
kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nilai Rf antara
larutan baku A dengan larutan uji A, larutan baku B dengan larutan uji B juga
terjadi perbedaan antara larutan baku C dengan larutan uji C. Seperti yang dikemukaan
oleh Rohman dalam Lubis bahwa dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai
nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Untuk sampel yang
tidak memiliki harga Rf ketika dilakukan pengujian kualitatif dengan
menggunakan KLT tidak menimbulkan bercak sehingga hasilnya dianggap negatif
atau diduga tidak mengandung metanil
yellow.[14]
Hasil penelitian tentang analisis zat warna methanil
yellow pada sirup secara kualitatif menggunakan metode kromatografi lapis
tipis diperoleh nilai Rf baku yang berkisar antara 0,2 - 0,30 untuk ketiga
sampel, ini menandakan bahwa daya elusi fase gerak pada penelitian ini sudah
baik dan maksimal. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rohman dalam
Zaki di mana dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak perlu memperhatikan
beberapa petunjuk di antaranya yaitu daya elusi fase gerak harus diatur
sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan
pemisahan.[15]
Penentuan
kandungan zat warna dalam sirup dilihat berdasarkan kesamaan bercak jarak yang ditempuh noda dengan jarak yang ditempuh eluen antara
larutan uji dengan larutan sampel, jika bercak larutan uji sama dengan dengan
larutan baku, maka dipastikan dalam sampel tersebut terkandung zat warna, namun
jika harga Rf baku tidak sama dengan Rf sampel maka sampel tersebut bebas dari zat warna yang
diidentifikasi. Hal ini sesuai
dengan teori yang dijelaskan
oleh Mukaromah A..H., dan Maharani E.T. [16]
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Metanil yellow merupakan zat warna berbahaya yang dilarang untuk digunakan dalam industri
makanan maupun minuman.
2. Hasil penelitian pada percobaan
menggunakan metode kromatografi lapis tipis diperoleh nilai Rf baku sirup Pohon Nira warna oranye (A), sirup pohon
Nira warna kuning (B) dan Sirup Pala (C) berturut-turut yaitu 0,3, 0,2 dan 0,26.
3. Tidak teridentifikasi adanya zat warna methanil
yellow pada sirup lokal merek pohon Nira warna
kuning, sirup lokal merek pohon Nira warna oranye dan sirup Pala berwarna
oranye kemerah-merahan.
4. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode
yang baik untuk analisis zat warna methanil yellow.
B. Saran
Berdasarkan
hasil penelitian di atas, maka sangat disarankan bagi peneliti untuk :
1. Disarankan
untuk menggantikan
dietil eter dengan thinner.
2. Disarankan untuk menggantikan pelarut organik (eluen) yang
sesuai dengan sifat polar methanil
yellow.
3. Perlu
dianalisis secara kontinu (berkesinambungan) terhadap produk sirup yang beredar
di Aceh khususnya pada produk sirup lokal.
4. Perlu
dilakukan analisis terhadap produk-produk lain yang memiliki kesamaan prinsip identifikasi
menggunakan kromatografi lapis tipis, terutama pada produk yang memiliki
visualisasi yang mencolok.
DAFTAR
PUSTAKA
Adam Wiryawan, Ririn Retnowati, Akhmad Sabarudin. (2008). Kimia Analitik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
BPOM. 2013. “Bahaya
Metanil Yellow Pada Pangan”, Jurnal InfoPOM, 14(2): h.7.
Eka, Reysa. (2013). Rahasia Mengetahui Makanan
Berbahaya. Jakarta: Titik Media Publisher.
ELisa, “Kromatografi Lapis
Tipis (Thin Layer Cromatography)”, elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24048/a877915a150aeace10a diakses pada 16 Oktober 2017.
Esti
Santi Sigar, dkk, 2012. “Analisis Zat Warna Methanyl Yellow
dalam Minuman Es Sirup di
Kawasan Kota Manado”. Jurnal Pharmacon, 1(2): h. 110.
Gritter. RJ. (1991). Pengantar
Kromatografi. Bandung: ITB.
Lubis, Novriyanti, “Analisis
Kandungan Zat Pewarna Metanil Yellow Pada Beberapa Produk Tahu Kuning yang
Beredar di Wilayah Garut dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis dan
Spektrofotometri Visible”, artikel ilmiah. diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 dari situs
http://farmasi.uniga.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Kimia-Farmasi.pdf
Menteri Kesehatan RI. (1985). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 239 Tahun 1985. Jakarta : Kemenkes RI.
Menteri Kesehatan RI. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2012 No. 033. Jakarta : Kemenkes RI.
Menteri Pertanian RI. (2017) Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia No. 32/permentan/OT.140/3/2017. Jakarta : Kemenkes RI.
Mukaromah A.H., dan Maharani
E.T. 2008. “Identifikasi Zat Warna Rhodamine B pada Lipstik Berwarna Merah”. Jurnal Ilmu Kesehatan. 1(1): h. 39.
Rubiyanto,
Dwiarso. (2016). Teknik Dasar Kromatografi. Yogyakarta: Budi Utama.
Soebagio. (2002). Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sosilo, Anthony. 2014. “Pengaruh Pemberian Metanil Yellow Peroral
Dosis Bertingkat Selama 30 Hari Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit
Balb/C”. Skripsi, Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponogoro: h. 7.
Yamlean, Paulina V, Y. 2011. “Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado”. Jurnal
Ilmiah Sains.
11(2): h. 292.
Zaki, Muhammad Munawaffaq.
2013. “Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstraks n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web)
Ness”. Skripsi, Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan: h. 9.
[3]Sosilo, Anthony, “Pengaruh
Pemberian Metanil Yellow Peroral Dosis Bertingkat Selama 30 Hari Terhadap
Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit Balb/C”, Skripsi, Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro,
2014, h. 7.
[5]Menteri Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 239 Tahun 1985,
(Jakarta : Kemenkes RI), h. 7.
[6] BPOM RI, Bahan Berbahaya yang Dilarang Untuk Pangan, Agustus
2016. diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 dari situs :http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/139/
[9]Adam Wiryawan,
Ririn Retnowati, Akhmad Sabarudin, Kimia
Analitik. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
2008), h.189.
[10]Sigar, E, S., dkk,
“Analisis Zat Warna Methanyl Yellow dalam Minuman Es Sirup di
Kawasan Kota Manado”. Jurnal Pharmacon, Vol. 1, No. 2, 2012. h. 110.
[11]
Yamlean, Paulina V, Y, “Identifikasi dan
Penetapan Kadar Rhodamin B pada
Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado”.Jurnal Ilmiah Sains, Vol. 11, No.2,
2011. h. 292.
[12]ELisa, “Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer Cromatography)”, elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24048/a877915a150aeace10a diakses pada 16 Oktober 2017.
[14] Lubis, Novriyanti, “Analisis Kandungan Zat
Pewarna Metanil Yellow Pada Beberapa Produk Tahu Kuning yang Beredar di Wilayah
Garut dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Visible”, artikel ilmiah. farmasi.uniga.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Kimia-Farmasi.pdf diakses pada 16 Oktober 2017.
[15] Zaki, Muhammad Munawaffaq. “Isolasi Senyawa
Metabolit Sekunder dari Ekstraks n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Ness”. Skripsi, Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 2013, h.
9.
[16] Mukaromah A.H., dan Maharani E.T, “Identifikasi
Zat Warna Rhodamine B pada Lipstik Berwarna Merah”. Jurnal Ilmu Kesehatan.
Vol.1, No. 1, Desember 2008, h. 39.
Bermanfaat.
ReplyDeleteCool and I have a dandy proposal: How To Budget House Renovation home renovation jobs near me
ReplyDelete