Pestisida Organofosfat, jenis, mekanisme kerja organopospat dan gejala keracunan
Dalam Peraturan
Pemerintah nomor 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan
dan Penggunaan Insektisida, insektisida adalah semua zat kimia dan bahan lain
serta jasad renik, serta virus yang dipergunakan untuk memberantas atau
mencegah binatangbinatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Insektisida kesehatan masyarakat adalah insektisida yang digunakan untuk
pengendalian vektor penyakit dan hama permukiman seperti nyamuk, serangga
pengganggu lain (lalat, kecoak/lipas), tikus, dan lain-lain yang dilakukan di
daerah permukiman endemis, pelabuhan, bandara, dan tempat-tempat umum lainnya.[1]
Organofosfat
adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan
sering menyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan, meskipun hanya dalam
jumlah sedikit, dapat menyebabkan kematian pada manusia. Insektisida ini
bekerja dengan menghambat enzim kholinesterase. OP banyak digunakan dalam
kegiatan pengendalian vektor, baik untuk space spraying, IRS, maupun
larvasidasi. Contoh: malation, fenitrotion, temefos, metil-pirimifos, dan lain
lain.[2]
B.
Jenis-jenis Organofosfat
• Derivat alifatik
Yang pertama kali
diperkenalkan untuk kepeluan pertanian adalah tetraelhyl pyrophosphate (TEPP) pada 1946. TEPP adalah sangat
toksik, tetapi tidak stabil di dalam air dan cepat terhidrolisa atau terurai.
Sedangkan malathion dikenalkan pada 1950 dan dengan cepat dipergunakan dalam
bidang pertanian untuk membunuh serangga hama pada sayuran, buah-buahan dan
juga sering digunakan untuk keperluan perlindungan dari gangguan serangga di
rumah-rumah. Sekitar 1981 malathion digunakan secara besar-besaran untuk
mengendalikan lalat buah.
Monocrolophos (Azodrin) adalah
suatu derivat aliphalik yang mengandung nitrogen, merupakan inseklisida
sistemik untuk tanaman, tetapi terlalu toksik untuk hewan menyusui. Biasanya
insektisida sitemik ditaruh dekat akar kemudian insektisida akan diserap oleh
tanaman ke bagian atas tanaman. Apabila serangga mengisap cairan tanaman akan
mati, namun untuk ulat biasanya kurang terpengaruh. Contoh lain yang bersifat
sistemik adalah dimethoate. oxydemeton methyl, dicroiophos dan disulfoton.
Dichlorovos adalah
suatu derivat aliphatik yang biasa digunakan sebagai fumigant, untuk
memfumigasi benih atau biji. Biasanya digunakan untuk mengendalikan serangga di
rumah atau di tempat-tempat yang tertutup.
Mevinphos adalah
sangat toksik dipergunakan secara komersial pada sayuran, karena mudah terurai.
Bahkan dapat digunakan beberapa hari sebelum panen, karena tidak meninggalkan
residu.
Melhamidophos
(Monitor) dan acephate (Onhene) adalah juga derivat aliphatic organophosphate,
keduanya biasanya digunakan secara meluas dalam bidang pertanian, terutama
untuk mengendalikan serangga hama pada sayuran.
• Derivat phenyl
Parathion merupakan phenyl organofosfat yang
paling dikenal pada 1946. Ethyl parathion merupakan derivat phenyl yang pertama
dikenalkan secara parathion dikenal pada 1949 dan lebih banyak digunakan
daripada ethyl parathion, karena methyl parathion kurang toksik untuk manusia
dan hewan piaraan.insektisida sistemik juga ditemukan dalam phenyl organophosphates,seperti
ronnel dan crufomate sebagai insektisida sistemik pada hewan atau
ternak.profenophos dan sulptofos.keduanya mempunyai spektrum yang
luas.isofenphos serig digunaakan sebagai insektisida tanah pada berbagai jenis
tanaman.seperti pada sayuran untuk membunuh lalat dan jugaa uret.
• Derivat heterosiklik
Insektisida diazin
merupaakan yang pertama diperkenalkan pada tahun 1952. Diazon dapat digunakan
di rumah, kebun, dan untuk tanaman hias. Azinphosmethyl dikenalkan pada tahun
1954 dan digunaakan terutama untuk insektisida dan akaruisida pada pertanaman
kapas. Chloryrifos sering digunakan di rumah-rumah untuk melindungi gangguan
sarangga. Dialifor pertama kali dikenalkan pada 1960 untuk mengendalikan
serangga hama padaa buaah-buahan.contoh lainnya yang termasuk derivat
heterocyclic adalaah methidathion dan phosmet.
C. Mekanisme Kerja Organofosfat dalam Tubuh
Pestisida organofosfat masuk ke dalam tubuh, melalui alat pencernaan
atau digesti, saluran pernafasan atau inhalasi dan melalui permukaan kulit yang
tidak terlindungi atau penetrasi. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan
aktifitas enzim kholinesterase dalam darah, penentuan tingkat keracunan adalah
sebagai berikut ; 75% - 100% katagori normal; 50% - < 75% katagori keracunan
ringan; 25% - <50% katagori keracunan sedang; 0% - <25% katagori
keracunan berat.
Keluarga petani merupakan orang yang mempunyai risiko keracunan
pestisida, hal ini karena selalu kontak dengan petani penyemprot, tempat
penyimpanan pestisida, peralatan aplikasi pestisida, yang dapat menimbulkan
kontaminasi pada air, makanan dan peralatan yang ada di rumah. Keracunan
terjadi disebabkan kurang mengertinya keluarga petani akan bahaya pestisida,
masih banyaknya petani yang menggunakan pestisida yang kurang memperhatikan dan
megikuti cara-cara penangganan yang baik dan aman, sehingga dapat membahayakan
pada keluarga petani.
D. Gejala Keracunan Pestisida Organofosfat
Gejala keracunan
organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung
pada adanya stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh
stimulasi saraf pusat maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi,
urinasi dan diare (SLUD) terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena
terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam
darah meningkat pada mata dan otot polos.
Racun pestisida golongan organofosfat masuk
kedalam tubuh melalui pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh
tubuh. Masuknya pestisida golongan orgaofosfat segera diikuti oleh
gejala-gejala khas yang tidak terdapat pada gejala keracunan pestisida golongan
lain. Gejala keracunan pestisida yang muncul setelah enam jam dari paparan
pestisida yang terakhir, dipastikan bukan keracunan golongan organofasfat.
Organofosfat
menyebabkan fosforilasi dari ester acetylcholine esterase (sebagai choline
esterase inhibitor ) yang bersifat irreversibel sehingga enzim ini menjadi
inaktif dengan akibat terjadi penumpukan acetylcholine. Efek klinik yang
terjadi adalah terjadi stimulasi yang berlebihan oleh acetylcholine.
Gejala keracunan organofosfat akan berkembang
selama pemaparan atau 12 jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan
mengalami perubahan secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain.
Hasil dari perubahan/pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan
keluar melalui urine.
Adapun gejala keracunan pestisida golongan organofosfat adalah :
1.
Gejala awal
Gejala awal akan
timbul : mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas, sakit kepala dan
gangguan penglihatan.
2.
Gejala Lanjutan
Gejala lanjutan
yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan, pengeluaran lendir dari
hidung (terutama pada keracunan melalui hidung), kejang usus dan diare,
keringat berlebihan, air mata yang berlebihan, kelemahan yang disertai sesak
nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.
3.
Gejala Sentral
Gelaja sentral yan
ditimbulkan adalah, sukar bicara, kebingungan, hilangnya reflek, kejang dan
koma.
4.
Kematian
Apabila tidak
segera di beri pertolongan berakibat kematian dikarenakan kelumpuhan otot pernafasan.
Gejala-gejala
tersebut akan muncul kurang dari 6 jam, bila lebih dari itu maka dipastikan
penyebabnya bukan golongan Organofosfat. Pestisida organofosfat dapat
menimbulkan keracunan yang bersifat akut dengan gejala (keluhan) sebagai
berikut : leher seperti tercekik, pusing-pusing, badan terasa sangat lemah,
sempoyongan, pupil atau celah iris mata menyempit, pandangan kabur, tremor,
terkadang kejang pada otot, gelisah dan menurunnya kesadaran, mual, muntah,
kejang pada perut, mencret, mengeluakan keringat yang berlebihan, sesak dan
rasa penuh di dada, pilek, batuk yang disertai dahak, mengeluarkan air liur
berlebihan. Sebab baru biasanya terjadi 12 jam setelah keracunan, denyut
jantung menjadi lambat dan ketidakmampuan mengendalikan buang air kecil maupun
besar.