KOLOQIUMANALISIS ZAT WARNA METHANIL YELLOW PADA SIRUPSECARA KUALITATIF MENGGUNAKANKROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Rafi Mariska
Jurusan Pendidikan Kimia, Uin Ar-Raniry
Download Koloqium [PDF]
Sirup lokal merupakan sirup yang diproduksi di Aceh secara tradisional yang pada proses pemasarannya masih ditemui ketidaksesuaian antara label dengan botol. Zat warna methanil yellow sangat berbahaya dikonsumsi karena akan berdampak buruk pada kesehatan seperti iritasi saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan tekanan darah rendah. Jenis jajanan yang sering dijumpai adanya zat warna methanil yellow antara lain pada sirup dan tahu. Zat warna methanil yellow dilarang karena zat anorganik ini berasal dari persenyawaan logam berat seperti aluminium, besi, tembaga dan lainnya serta mengandung residu logam berat. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi zat warna metanil yellow pada sirup secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis. Hasil penelitian yang diperoleh membuktikan bahwa sampel pada minuman sirup lokal tidak teridentifikasi (negatif) adanya zat warna methanil yellow sehingga sehingga sirup lokal ini bebas dari dampak penggunaan methanil yellow.
Kata Kunci : methanil yellow, sirup lokal, kromatografi lapis tipis.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan vital bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan, makanan dan minuman tentunya harus memiliki kandungan yang baik guna mendukung kesehatan orang yang mengonsumsinya. Namun, ketika segala sesuatunya menjadi mahal seperti saat ini, makanan dan minuman banyak yang mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan termasuk di antaranya penggunaan zat warna metanil yellow pada berbagai produk sirup dan tahu.
Zat warna terlarang merupakan zat warna berbahaya yang dilarang oleh pemerintah untuk ditambahkan ke dalam bahan pangan baik makanan maupun minuman termasuk diantaranya metanil yellow. Metanil yellow atau kuning metanil merupakan zat warna sintesis berbentuk serbuk, padat, berwarna kuning kecoklatan. Metanil yellow umumnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat. Adapun ciri dari bahan pangan yang mengandung pewarna metanil yellow di antaranya ialah berwarna kuning menyolok dan cenderung berpendar, banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk).[1] Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai sumber terhadap bahan makanan, realitas di lapangan masih banyak ditemukan pedagang nakal yang meraub keuntungan besar dengan cara menambahkan zat warna metanil yellow dengan tujuan agar makanan terlihat lebih menarik dan tetap kuning. Saat ini metanil yellow banyak disalahgunakan dalam bahan pangan, beberapa diantaranya telah ditemukan di dalam bahan pangan jajanan berwarna kuning pada minuman sirup dan juga sebagai pewarna pada tahu. Sirup itu sendiri merupakan sediaan minuman cair berupa larutan yang mengandung sakrosa dan biasanya di dalamnya ditambahkan zat aditif makanan seperti zat warna, pengawet, zat pemanis dan aroma.
Adapun masalah pangan lain yang masih sering dijumpai di lapangan pada produksi sirup lokal yaitu ketidaksesuaian antara kemasan label dengan merek sirup, di mana semua sampel yang diuji tidak sesuai antara label dengan kemasan, contohnya pada sirup Pohon Nira yang menggunakan kemasan (botol) bermerek “Pohon Pinang” dan sirup Pala produksi Aceh Selatan yang menggunakan kemasan bermerek sirup “ABC”.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul analisis zat warna metanil yellow pada sirup secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakangan di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat zat warna metanil yellow pada minuman sirup secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis?
C. Tujuan Masalah
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi zat warna metanil yellow pada sirup.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Menambah wawasan bagi penulis mengenai kandungan zat warna yang terdapat pada sirup menggunakan kromatografi lapis tipis.
2. Memberikan informasi kepada pembaca tentang bahaya akan zat warna metanil yellow terhadap kesehatan.
3. Memberikan kesadaran kepada pembaca untuk tidak jajan sembarangan.
E. Penjelasan Istilah
Penulis mendefiniskan beberapa istilah yang terdapat di dalam kolokium ini supaya tidak terjadi kesalahpahaman.
1. Metanil yellow merupakan zat warna sintetik berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, bersifat larut dalam air dan alkohol, agak larut dalam benzena dan eter, serta sedikit larut dalam aseton.
2. Sirup merupakan larutan yang mengandung sakarosa dan biasanya ditambahkan pewangi atau aroma tertentu (zat aditif). Sirup yang diteliti pada percobaan ini adalah sirup merek Pohon Nira berwarna kuning untuk sampel pertama, sirup Pohon Nira berwarna orange sebagai sampel kedua dan sirup Pala berwarna oranye kemerah-merahan. Ketiga produk sirup ini merupakan produk lokal asli dari Aceh.
3. Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan alat analisa yang cukup sederhana karena dapat menentukan ada tidaknya zat yang hendak dianalisis dalam suatu bahan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Metanil Yellow
1. Definisi Metanil Yellow
Metanil yellow atau kuning metanil merupakan bahan pewarna sintetik berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, bersifat larut dalam air dan alkohol, agak larut dalam benzen dan eter, serta sedikit larut dalam aseton. Pewarna ini umumnya digunakan sebagai pewarna pada tekstil, kertas, tinta, plastik, kulit, dan cat, serta sebagai indikator asam-basa di laboratorium. Namun pada prakteknya, di Indonesia pewarna ini sering disalahgunakan untuk mewarnai berbagai jenis pangan antara lain kerupuk,mi, tahu, dan pangan jajanan yang berwarna kuning, seperti gorengan.[2]
Saat ini banyak kuning metanil disalahgunakan untuk pangan, beberapa diantaranya telah ditemukan di dalam bahan pangan jajanan berwarna kuning dan banyak juga sebagai pewarna pada tahu. Ciri pangan yang mengandug pewarna metanil yellow di antaranya berwarna kuning menyolok dan cenderung berpendar, banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk).[3]
FAO/WHO Expert Commite on Food Additives (JECFA) dapat menggolongkan metanil yellow ini termasuk ke dalam zat warna sintesis. Zat pewarna metanil yellow merupakan zat pewarna industri tekstil yang dilarang untuk produk makanan, yang pada umumnya merupakan zat anorganik ataupun mineral alam. Zat anorganik berasal dari persenyawaan logam berat seperti aluminium, besi, tembaga dan lainnya. Zat warna ini bersifat racun dan berbahaya karena mengandung residu logam berat. Industri tekstil menggunakan logam berat sebagai bahan pengikat warna agar warna yang dihasilkan menjadi lebih terang dan indah. Bahkan ada beberapa industri tekstil yang menggunakan logam berat sebagai bahan pewarna. Logam berat yang terkandung di dalam pewarna tekstil dapat dilihat dari jenis limbah yang dihasilkan oleh industri tekstil tersebut, terutama arsenik (Ar), kadmium (Cd), krom (Cr), timbal (Pb), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara (intermediat) yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada.[4]
gambar serbuk metanil yellow |
Berikut adalah tabel beberapa bahan-bahan yang dilarang beserta nomor indeks warnanya.
No
|
Nama
|
Nomor Indeks
| |
Warna(C. I. No)
| |||
1
|
Auramine (C. I. Basic Yellow 2)
|
41000
| |
2
|
Alkanet
|
75520
| |
3
|
Butter Yellow (C. I. Solvent Yellow 2)
|
11020
| |
4
|
Black 7984 (Food Vlack 2)
|
27755
| |
5
|
Burn Unber (Pigment Brown 7)
|
77491
| |
6
|
Chrysoidine (C. I. Basic Orange 2)
|
11270
| |
7
|
Chrysoidine S (C. I. Food Yellow 8)
|
14270
| |
8
|
Citrus Red No 2
|
12156
| |
9
|
Chocolate Brown FB (Food Brown 2)
|
-
| |
10
|
Fast Red E (C.I Food Red 4)
|
16045
| |
11
|
Fasi Yellow AB (C.I Food Yellow 2)
|
13015
| |
12
|
Guinea Green B (C. I Acid Green No. 3)
|
52085
| |
13
|
Indanthrene Blue RS (C.I Food Blue 4)
|
69800
| |
14
|
Magenta (C.I Basid Violet 14)
|
42510
| |
15
|
Metanil Yellow (Ext. D & C Yellow No. 1)
|
13065
| |
16
|
Oil Orange SS (C.I Solvent Orange 2)
|
12100
| |
17
|
Oil Orange XO (C.I Solvent Orange 7)
|
12140
| |
18
|
Oil Orange AB (C.I Solvent Yellow 5)
|
11380
| |
19
|
Oil Yellow AB (C.I Solvent Yellow 6)
|
11390
| |
20
|
Orange G (C.I Food Orange 4)
|
16230
| |
21
|
Orange GGN (C.I Food Orange 2)
|
15980
| |
22
|
Orange RN (C.I Food Orange 1)
|
15970
| |
23
|
Orchid and Orcein
|
-
| |
24
|
Ponceau 3R (Acid Red 1)
|
16155
| |
25
|
Ponceau SX (C I Food Red 1)
|
14700
| |
26
|
Ponceau 6R (C I Food Red 8)
|
16290
| |
27
|
Rhodamin B (C.I Food Red 15)
|
45170
| |
28
|
Sudan I (C. I Solvent Yellow 14)
|
12055
| |
29
|
Scartet GN (Food Red 2)
|
14815
| |
30
|
Violet 6B
|
42640
|
Tabel 2.1 Beberapa bahan-bahan yang dilarang beserta nomor indeksnya
2. Dampak Mengonsumsi Metanil Yellow
Metanil yellow sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemerintah melalui Menteri Kesehatan telah mengeluarkan peraturan tegas melalui MENKES/722/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan dan juga peraturan Menteri Kesehatan No. 239/MENKES/PER/V/1985 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan berbahaya dan dilarang untuk ditambahkan ke dalam makanan atau minuman. Pewarna kuning metanil sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung dan saluran kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan iritasi saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan tekanan darah rendah.[6]
B. Sirup
Sirup merupakan sediaan minuman cair berupa larutan yang mengandung sakarosa dan biasanya di dalamnya ditambahkan pewangi atau aroma tertentu. Sirup juga sering digunakan sebagai obat-obatan, kuliner serta minuman. Biasanya sirup dihidangkan bersama dengan makanan ringan, selain sebagai minuman sirup juga digunakan sebagai obat.
C. Kromatografi Lapis Tipis
1. Definisi Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan alat analisa yang cukup sederhana karena dapat menentukan jumlah komponen yang ada pada suatu bahan, bahkan dapat pula mengidentifikasi komponen-komponen tersebut. Pada dasarnya kromatograf lapis tipis (KLT atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat pada media pemisahnya, yakni digunakannya lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada papan kaca, aluminium atau plastik sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis adsorben ini pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. Fasa diam KLT terbuat dari serbukhalus dengan ukuran 5 sampai 50 mikrometer. Serbuk halus ini dapat berupa suatu adsorben, suatu penukar ion, suatu pengayak molekul atau dapat merupakan penyangga yang dilapisi suatu cairan. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silica gel, aluminium dan serbuk selulosa. Partikel silika gel mengandung gugus hidroksil di permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar.[7]
Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas (KKt) adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana yang akan disajikan. Karena di sebagian besar laboratorium KKt telah diganti dengan KLT. Kromatografi Lapis Tipis dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.[8]
Kromatografi lapis tipis merupakan teknik pemisahan yang fasa diam dapat ditempatkan dalam sebuah kolom, maupun dibuat sebagai lapisan tipis diatas plat dari gelas atau aluminium. Kromatografi lapis tipis diklasifikasikan sebagai kromatografi planar (datar) untuk membedakannya dari kromatografi yang menggunakan fasa diam di dalam sebuah kolom.[9]
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murni dan mengetahui kuantitasnya. Teknik ini merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, dan sederhana. Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon.
2. Mengapa perlu dilakukan identifikasi zat warna secara kualitatif dengan metode kromatografi lapis tipis?
Identifikasi zat warna menggunakan metode kromatografi lapis tipis perlu dilakukan karena efisiensi waktu dan tidak memerlukan peralatan yang sangat khusus. Identifikasi zat warna dengan menggunakan kromatografi lapis tipis bertujuan untuk mengetahui kepositifan suatu sampel sirup lokal apakah terdapat zat warna metanil yellow atau tidak. Oleh karena itu, merujuk kepada Permenkes nomor 033/Menkes/2012 tentang Bahan Tambahan Pangan juga dalam lampiran Permentan nomor 32/permentan/OT.140/3/2017 mengatakan bahwa zat warna methanil yellow merupakan zat warna berbahaya yang tidak boleh digunakan dalam industri makanan dan minuman walaupun dalam kadar yang sedikit. Ini berarti bahwa penelitian tidak perlu dilanjutkan ke tahap analisis secara kuantitatif, cukup secara kualitatif.
3. Penelitian terdahulu terkait dengan analisis zat warna menggunakan kromatografi lapis tipis
Penelitian tentang zat warna pernah dilakukan oleh Sigar, dkk (2012), di mana hasil penelitiannya tidak terdapat zat warna metanil yellow pada minuman sirup ABC di Kota Manado.[10] Penelitian lainnya mengenai analisis zat warna methanil yellow juga dilakukan oleh Lidya, dkk (2013), di mana hasil penelitiannya membuktikan bahwa sampel-sampel kue berwarna merah muda yang beredar di kota Manado ternyata ada yang positif menggunakan Rhodamin B.[11]
BAB III
APLIKASI TEORI
A. Lokasi dan Jadwal Pelaksaan
Percobaan ini dilakukan di laboratorium pendidikan kimia Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, desa Rukoh, Kec. Syiah Kuala, Kab. Banda Aceh. Percobaan ini dilakukan selama 2 hari yaitu tanggal 10-11 Oktober 2017.
B. Populasi dan Sampel
Adapun yang menjadi populasi pada percobaan ini adalah semua jenis sirup lokal produksi Aceh berwarna kuning dan oranye serta oranye kemerah-merahan di daerah Aceh, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sirup lokal merek pohon Nira warna kuning, sirup merek pohon Nira warna oranye dan sirup Pala warna oranye kemerah-merahan.
C. Alat dan Bahan
a. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah : Timbangan, gelas ukur 50 mL, pipet tetes, spatula, gelas kimia 100 mL, gelas kimia 30 mL, pipa kapiler, botol reagent, penggaris 30 cm, pensil, plat KLT 2,5 cm x 6 cm, kaca arlogi, dan pemanas.
b. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah : benang wool, aquades, sirup lokal merek pohon Nira warna kuning, sirup merek pohon Nira warna oranye dan sirup Pala berwarna oranye kemerah-merahan, dietil eter, alkohol, methanil yellow, natrium hidroksida, n-butanol, asam asetat, dan ammoniak.
D. Prosedur Kerja
Langkah-langkah kerja yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah :
1. Benang wool 15 cm didihkan dalam air dan dikeringkan.
2. Dicuci dengan eter.
3. Didihkan dengan NaOH.
4. Dibilas dengan air.
5. Dimasukkan benang wool ke dalam 35 mL sampel sirup lokal yang sudah diasamkan dengan asam asetat dan didihkan selama 10 menit.
6. Benang wol dicuci dengan aquadest, dimasukkan ke dalam 5 mL ammoniak 10% dan didihkan.
7. Dibuat larutan baku Methanyl Yellow dengan dilarutkan 0,1 gram serbuk Methanyl Yellow dengan 100 mL etanol.
8. Dibuat larutan eluen dengan dengan n-butanol : asam asetat glasial : aquadest (4:5:1) mL.
9. Ditotolkan sirup dan larutan baku pada lempeng KLT.
10. Dimasukkan lempeng KLT ke dalam larutan eluen dan diamati.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian uji secara kualitatif untuk mengidentifikasi zat warna metanil yellow pada sirup menggunakan kromatografi lapis tipis. Hasil analisis secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis ini ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut :
Nama
|
Tinggi bercak (cm)
|
Tinggi Eluen (cm)
|
Nilai Rf
|
Keterangan
|
Baku A
|
1,5
|
5
|
0,3
|
Positif
|
Baku B
|
1,0
|
5
|
0,2
|
Positif
|
Baku C
|
1,3
|
5
|
0,26
|
Positif
|
Sampel A
|
-
|
-
|
-
|
Negatif
|
Sampel B
|
-
|
-
|
-
|
Negatif
|
Sampel C
|
-
|
-
|
-
|
Negatif
|
Tabel 4.1 Hasil Analisis zat warna methanil yellow secara kualitatif pada sirup lokal menggunakan metode kromatografi lapis tipis.
Keterangan :
Baku A = baku dari sirup pohon nira berwarna kuning
Baku B = baku dari sirup pohon nira berwarna oranye
Baku C = baku dari sirup pala berwarna oranye kemerah-merahan
Sampel A = sampel dari sirup pohon nira berwarna kuning
Sampel B = sampel dari sirup pohon nira berwarna oranye
Sampel C = sampel dari sirup pala warna oranye kemerah-merahan
B. Pembahasan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis zat warna metanil yellow pada sirup menggunakan kromatografi lapis tipis. Zat warna Methanyl Yellow merupakan salah zat warna sistesis yang dilarang penggunaannya dalam produk pangan. Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi zat warna Methanyl Yellow dalam sirup lokal produksi Aceh berwarna kuning dan oren serta warna keemasan di daerah Aceh, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sirup lokal merek pohon Nira warna kuning, sirup merek pohon Nira warna oranye dan sirup Pala warna oranye kemerah-merahan.
Identifikasi zat warna methanil yellow menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan melalui beberapa tahapan, adapun tahapan-tahapan tersebut diantaranya yaitu : pembuatan larutan uji, pembuatan larutan baku, kemudian pengujian dengan lempeng (KLT). Tahap pertama dilakukan pembuatan larutan uji, yaitu dengan mencuci terlebih dahulu benang wool yang sudah dididihkan dan dikeringkan dengan larutan eter, tujuan pencucian dan pendidihan benang wool agar kotoran-kotoran dan lemak yang terdapat pada benang wool tersebut hilang dengan bantuan pemanasan. Benang wool tersebut didihkan dengan NaOH dan dibilas dengan air, karena dalam suatu basa akan terjadi pelunturan atau pelarutan warna. Tujuan pengasaman sampel minuman lokal agar sampel minuman sirup lokal akan mudah tertarik ke dalam benang wool tersebut. selanjutnya benang wool yang telah dicuci dimasukkan ke dalam larutan amoniak agar terjadi penjenuhan pada benang wool. Pada saat benang diangkat pewarna mewarnai benang tersebut, selanjutnya dicuci dengan aquadest dan dididihkan beberapa saat dengan 5 mL larutan amoniak, pewarna akan luntur karena tertarik oleh larutan amoniak.
Tahap kedua yaitu membuat larutan baku dengan mengencerkan 0,1 gram (100 mg) serbuk Methanyl Yellow dengan 0,1 L (100 mL) etanol sesuai dengan rumus ppm yaitu ppm = 100 mg zat terlarut per 100 mL etanol = 1000 ppm. Jadi, pada tahap kedua ini dibuat larutan baku methanil yellow sebanyak 1000 ppm menggunakan pelarut etamol.
Tahap ketiga yaitu uji kualitatif dengan metode Kromatografi Lapis Tapis. Sebelum dilakukan uji analisis secara kualitatif, harus dilakukan terlebih dahulu pembuatan larutan eluen yang berguna sebagai pelarut. larutan eluen berfungsi agar terjadi elusi pada fase gerak di mana fase gerak merupakan campuran pelarut organik dengan air. Pemilihan pelarut organik ini sangat penting karena akan menentukan keberhasilan pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai untuk pemilihan pelarut. Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar. Sebaliknya, senyawa non polar lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar.[12] Fase gerak yang digunakan pada penelitian ini berupa n-butanol : asam asetat glasial : aquadest dengan perbandingan 4 : 5 : 1, fase gerak ini berfungsi untuk membawa noda-noda dari larutan baku dan sampel sehingga bisa dihitung faktor retensi (Rf-nya). Larutan baku dan larutan uji masing-masing ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan pipa kapiler dan dielusi, jarak kira-kira yang ditotolkan adalah 1,0 cm dari ujung bawah plat kromatografi lapis tipis dan 1,5 cm dari atas plat kromatografi lapis tipis. Hal ini bertujuan supaya pada saat dielusi, bercak noda yang naik dapat dilihat dengan jelas dan tidak tercampur satu sama lain, lempeng yang telah ditotolkan dielusi dalam chamber, diganti chamber dengan botol reagen. Perhitungan Rf menggunakan rumus :
Hasil pada lempeng KLT terlihat bahwa hanya totolan larutan baku Methanyl Yellow yang dibawa oleh fase gerak dengan nilai Rf yang berbeda-beda. hal ini dikarenakan pada sampel sirup lokal Pohon Nira warna oranye memiliki zat warna yang berbeda dengan zat warna yang terkandung pada sirup pohon nira warna kuning ataupun pada sirup pala. Nilai Rf baku yang didapatkan pada penelitian ini untuk sirup Pohon Nira warna oranye (A), sirup pohon Nira warna kuning (B) dan Sirup Pala (C) berturut-turut memiliki nilai Rf baku masing-masing yaitu 0,3, 0,2 dan 0,26. Nilai Rf sampel yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0 karena tidak terjadi kenaikan eluen ketika proses elusi. Hasil analisis zat warna menggunakan metode kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nilai Rf antara larutan baku A dengan larutan uji A, larutan baku B dengan larutan uji B juga terjadi perbedaan antara larutan baku C dengan larutan uji C. Seperti yang dikemukaan oleh Rohman dalam Lubis bahwa dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Untuk sampel yang tidak memiliki harga Rf ketika dilakukan pengujian kualitatif dengan menggunakan KLT tidak menimbulkan bercak sehingga hasilnya dianggap negatif atau diduga tidak mengandung metanil yellow.[14] Hasil penelitian tentang analisis zat warna methanil yellow pada sirup secara kualitatif menggunakan metode kromatografi lapis tipis diperoleh nilai Rf baku yang berkisar antara 0,2 - 0,30 untuk ketiga sampel, ini menandakan bahwa daya elusi fase gerak pada penelitian ini sudah baik dan maksimal. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rohman dalam Zaki di mana dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak perlu memperhatikan beberapa petunjuk di antaranya yaitu daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.[15]
Penentuan kandungan zat warna dalam sirup dilihat berdasarkan kesamaan bercak jarak yang ditempuh noda dengan jarak yang ditempuh eluen antara larutan uji dengan larutan sampel, jika bercak larutan uji sama dengan dengan larutan baku, maka dipastikan dalam sampel tersebut terkandung zat warna, namun jika harga Rf baku tidak sama dengan Rf sampel maka sampel tersebut bebas dari zat warna yang diidentifikasi. Hal ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Mukaromah A..H., dan Maharani E.T. [16]
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Metanil yellow merupakan zat warna berbahaya yang dilarang untuk digunakan dalam industri makanan maupun minuman.
2. Hasil penelitian pada percobaan menggunakan metode kromatografi lapis tipis diperoleh nilai Rf baku sirup Pohon Nira warna oranye (A), sirup pohon Nira warna kuning (B) dan Sirup Pala (C) berturut-turut yaitu 0,3, 0,2 dan 0,26.
3. Tidak teridentifikasi adanya zat warna methanil yellow pada sirup lokal merek pohon Nira warna kuning, sirup lokal merek pohon Nira warna oranye dan sirup Pala berwarna oranye kemerah-merahan.
4. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode yang baik untuk analisis zat warna methanil yellow.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka sangat disarankan bagi peneliti untuk :
1. Disarankan untuk menggantikan dietil eter dengan thinner.
2. Disarankan untuk menggantikan pelarut organik (eluen) yang sesuai dengan sifat polar methanil yellow.
3. Perlu dianalisis secara kontinu (berkesinambungan) terhadap produk sirup yang beredar di Aceh khususnya pada produk sirup lokal.
4. Perlu dilakukan analisis terhadap produk-produk lain yang memiliki kesamaan prinsip identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis, terutama pada produk yang memiliki visualisasi yang mencolok.
DAFTAR PUSTAKA
Adam Wiryawan, Ririn Retnowati, Akhmad Sabarudin. (2008). Kimia Analitik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
BPOM. 2013. “Bahaya Metanil Yellow Pada Pangan”, Jurnal InfoPOM, 14(2): h.7.
Eka, Reysa. (2013). Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta: Titik Media Publisher.
ELisa, “Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer Cromatography)”, elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24048/a877915a150aeace10a diakses pada 16 Oktober 2017.
Esti Santi Sigar, dkk, 2012. “Analisis Zat Warna Methanyl Yellow dalam Minuman Es Sirup di Kawasan Kota Manado”. Jurnal Pharmacon, 1(2): h. 110.
Gritter. RJ. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB.
Lubis, Novriyanti, “Analisis Kandungan Zat Pewarna Metanil Yellow Pada Beberapa Produk Tahu Kuning yang Beredar di Wilayah Garut dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Visible”, artikel ilmiah. diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 dari situs http://farmasi.uniga.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Kimia-Farmasi.pdf
Menteri Kesehatan RI. (1985). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 239 Tahun 1985. Jakarta : Kemenkes RI.
Menteri Kesehatan RI. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012 No. 033. Jakarta : Kemenkes RI.
Menteri Pertanian RI. (2017) Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 32/permentan/OT.140/3/2017. Jakarta : Kemenkes RI.
Mukaromah A.H., dan Maharani E.T. 2008. “Identifikasi Zat Warna Rhodamine B pada Lipstik Berwarna Merah”. Jurnal Ilmu Kesehatan. 1(1): h. 39.
Rubiyanto, Dwiarso. (2016). Teknik Dasar Kromatografi. Yogyakarta: Budi Utama.
Soebagio. (2002). Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.
Sosilo, Anthony. 2014. “Pengaruh Pemberian Metanil Yellow Peroral Dosis Bertingkat Selama 30 Hari Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit Balb/C”. Skripsi, Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro: h. 7.
Yamlean, Paulina V, Y. 2011. “Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado”. Jurnal Ilmiah Sains. 11(2): h. 292.
Zaki, Muhammad Munawaffaq. 2013. “Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstraks n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Ness”. Skripsi, Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan: h. 9.
[3]Sosilo, Anthony, “Pengaruh Pemberian Metanil Yellow Peroral Dosis Bertingkat Selama 30 Hari Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit Balb/C”, Skripsi, Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro, 2014, h. 7.
[5]Menteri Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 239 Tahun 1985, (Jakarta : Kemenkes RI), h. 7.
[6] BPOM RI, Bahan Berbahaya yang Dilarang Untuk Pangan, Agustus 2016. diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 dari situs :http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/139/
[9]Adam Wiryawan, Ririn Retnowati, Akhmad Sabarudin, Kimia Analitik. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h.189.
[10]Sigar, E, S., dkk, “Analisis Zat Warna Methanyl Yellow dalam Minuman Es Sirup di Kawasan Kota Manado”. Jurnal Pharmacon, Vol. 1, No. 2, 2012. h. 110.
[11] Yamlean, Paulina V, Y, “Identifikasi dan Penetapan Kadar Rhodamin B pada Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar di Kota Manado”.Jurnal Ilmiah Sains, Vol. 11, No.2, 2011. h. 292.
[12]ELisa, “Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer Cromatography)”, elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24048/a877915a150aeace10a diakses pada 16 Oktober 2017.
[14] Lubis, Novriyanti, “Analisis Kandungan Zat Pewarna Metanil Yellow Pada Beberapa Produk Tahu Kuning yang Beredar di Wilayah Garut dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Visible”, artikel ilmiah. farmasi.uniga.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Kimia-Farmasi.pdf diakses pada 16 Oktober 2017.
[15] Zaki, Muhammad Munawaffaq. “Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstraks n-Heksana Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Ness”. Skripsi, Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 2013, h. 9.
[16] Mukaromah A.H., dan Maharani E.T, “Identifikasi Zat Warna Rhodamine B pada Lipstik Berwarna Merah”. Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol.1, No. 1, Desember 2008, h. 39.